Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kata Ketua BPK Terkait Kasus Suap Opini WTP

Kompas.com - 27/05/2017, 21:35 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Moermahadi Soerja Djanegara angkat bicara soal kasus suap yang melibatkan anak buahnya.

Seperti diketahui, dua pejabat BPK yakni pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri dan Auditor BPK Ali Sadli jadi tersangka karena diduga menerima suap dari pihak Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Adapun pihak yang diduga memberi suap yakni Inspektur Jenderal Kemendes Sugito dan pejabat Eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo. Keduanya juga sudah berstatus tersangka dalam kasus ini. 

Ada lima poin yang disampaikan Moermahadi terkait kasus suap ini.

(Baca: Suap Diduga Diberikan Pihak Kemendes ke BPK agar Dapat Opini WTP)

Pertama, Moermahadi menyatakan BPK mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap pegawai BPK yang sedang diproses oleh KPK dalam peristiwa operasi tangkap tangan tersebut.

"Yang kedua BPK akan mengikuti seluruh proses hukum yang sedang berjalan dengan seksama guna menentukan langkah-langkah lebih lanjut terhadap organisasi dan auditor yang bersangkutan," kata Moermahadi, dalam jumpa pers bersama pimpinan KPK, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (27/5/2017).

Yang ketiga BPK berkomitmen untuk tetap mendukung proses pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

Kempat, lanjut dia, BPK akan menjadikan peristiwa ini sebagai suatu pembelajaran yang berharga untuk menjaga kredibilitas lembaga dan tetap bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengawal transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

"Yang ke lima BPK telah memiliki sistem penegakan hukum internal melalui majelis kehormatan kode etik yang telah terbukti efektif untuk menangani kasus-kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai maupun pimpinan BPK," ujar Moermahadi.

Meski ada upaya penegakan hukum melalui majelis kehormatan etik, Moermahadi menyatakan tidak semua anggotanya bisa dipantau majelis kehormatan etik tersebut.

"Sistem tersebut tidak dapat memastikan atau memantau setiap individu di BPK, itu yang bisa saya sampaikan," ujar Moermahadi.

Dalam kasus ini, dua tersangka dari Kemendes diduga memberikan suap kepada pejabat dan auditor BPK terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

(Baca: KPK Tetapkan Irjen Kemendes dan Auditor BPK Jadi Tersangka Suap)

KPK menyimpulkan adanya dugaan tidak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait opini WTP tersebut.

Sugito dan Jarot, sebagai pemberi suap, disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara pihak yang diduga penerima suap yakni pejabat Eselon I BPK Rachmadi Saptogiri dan Auditor BPK Ali Sadli dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kompas TV Dugaan Suap Auditor BPK dan Irjen Kemendesa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com