JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menilai, isu presidential threshold dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu seharusnya tak dibahas lagi.
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu legislatif dan pemilihan presiden berlangsung serentak.
Oleh karena itu, presidential threshold hilang dengan sendirinya.
"Presidential threshold itu kan mestinya kan karena putusan MK kan enggak ada lagi presidential threshold. Tapi andaikata mau ada, sama seperti parliamentary threshold," ujar Zulkifli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Menurut dia, besaran presidential threshold sama dengan parliamentary threshold masih masuk akal daripada usulan presidential threshold sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Ia berpendapat, dari usulan besaran presidential threshold yang ada, yang terpenting adalah memudahkan partai politik untuk bisa mencalonkan presiden sendiri.
Baca: Kalla Nilai Sistem Pemilu Tertutup Cocok untuk Pileg 2019
Saat ditanya apakah PAN akan mengusung calon dari internal partai, ia mengatakan, hal itu masih terlalu jauh.
"Enggak lah, itu terlalu jauh. Bukannya terlalu besar, MK kan memutuskan enggak ada persyaratan lagi. Yang penting parpol boleh (mengajukan)," lanjut Ketua MPR itu.
Saat ini, usulan presidential threshold pada pembahasan RUU Pemilu terbagi dalam tiga opsi yakni 0 persen, 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional, dan sama dengan parliamentary threshold.
Jika tidak selesai dibahas di tingkat panitia khusus (pansus), maka isu tersebut akan divoting di rapat paripurna.