Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/05/2017, 19:05 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – SETARA Institute melaporkan ada 97 kasus penodaan agama dari tahun 1965 hingga 2017. Dari jumlah tersebut, terlihat bahwa pasal 156a KUHP bisa digunakan untuk menjerat beberapa perkara ringan hingga serius. 

Pasal itu bisa saja diterapkan pada polemik pemahaman keagamaan, polemik kebebasan berpendapat, berekspresi, polemik gerakan keagamaan baru, konflik keagamaan, konflik personal, konflik percintaan, konflik politik, hingga perkara bisnis.

“Konteks polemik pemahaman keagamaan ada 22 kasus. Ini misalnya saya memahami cara sholat berbeda dari Pak A. Kemudian dia tidak terima, saya dilaporkan, dikriminalisasi. Ini yang terjadi pada kasus Yusman Roy,” kata Ismail dalam diskusi di Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Menurut Ismail, kasus seperti ini merupakan ancaman terhadap kebebasan berpikir dan berkeyakinan, di mana hal tersebut merupakan hak paling dasar manusia.

(Baca: Penodaan Agama Juga Ada di Negara Barat, Ini Buktinya)

Konteks lain yang banyak terjadi dan berujung pada pasal karet adalah polemik kebebasan berpendapat dan berekspresi, tercatat ada 19 kasus. Yang ironis, pasal karet juga pernah digunakan dalam perkara percintaan.

Catatan SETARA Institute menunjukkan ada tiga konflik percintaan yang berujung digunakannya pasal karet ini. Terakhir, Ismail mencontohkan, belum lama ini ada kasus penodaan agama di mana ada Al Quran tersobek ketika seorang pria yang tengah marah dan mengobrak-abrik kamar kos pacar.

(Baca: Kasus Penodaan Agama, Andrew Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara)

“Anda bisa bayangkan Pasal 156a ini, konteksnya bisa yang sangat remeh-temeh sampai sangat serius,” kata Ismail.

“Kan gila republik ini menurut saya. Pekerjaan kita banyak, tetapi kita memproses kasus-kasus seperti ini. Padahal dia (Andrew) pun tidak berniat menyobek, (karena sedang) amarah saja,” imbuh Ismail.

Berkaca dari adanya kasus yang konteksnya remeh-temeh itu, Ismail berharap agar institusi peradilan bisa memilih kasus yang perlu ditangani atau tidak, di samping mendorong agar pasal karet tersebut dihapus dari KUHP.

“Coba kita bayangkan, kita bayar pajak untuk menggaji aparat penegak hukum kita. Tetapi yang mereka tegakkan adalah soal-soal yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik karena konteks masalahnya seperti ini,” ucap Ismail.

Kompas TV Terdakwa kasus penodaan agama Ahok memutuskan untuk tidak mengajukan banding.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Hubungan Mega-Jokowi Disorot usai Kaesang Gabung PSI, Politikus PDI-P: Orang Bebas Berimajinasi

Hubungan Mega-Jokowi Disorot usai Kaesang Gabung PSI, Politikus PDI-P: Orang Bebas Berimajinasi

Nasional
Politikus PDI-P Yakin Jokowi Tak Akan Dipanggil karena Kaesang Masuk PSI

Politikus PDI-P Yakin Jokowi Tak Akan Dipanggil karena Kaesang Masuk PSI

Nasional
PolitiSI PDI-P: Kita Enggak Bisa Melarang-larang Kaesang Masuk PSI

PolitiSI PDI-P: Kita Enggak Bisa Melarang-larang Kaesang Masuk PSI

Nasional
Kaesang Masuk PSI, Cak Imin: 'Welcome To The Jungle'...

Kaesang Masuk PSI, Cak Imin: "Welcome To The Jungle"...

Nasional
Jokowi Akui Perdagangan di Beberapa Pasar Mulai Anjlok karena TikTok Shop

Jokowi Akui Perdagangan di Beberapa Pasar Mulai Anjlok karena TikTok Shop

Nasional
Kadin Indonesia Serahkan Peta Jalan Indonesia Emas 2045 ke Presiden Joko Widodo di IKN

Kadin Indonesia Serahkan Peta Jalan Indonesia Emas 2045 ke Presiden Joko Widodo di IKN

Nasional
Cak Imin: Rakyat Apatis Nyoblos di Pilkada gara-gara Politik Uang

Cak Imin: Rakyat Apatis Nyoblos di Pilkada gara-gara Politik Uang

Nasional
Muhaimin: Gara-gara PMII, Jadi Wapres Saya Siap...Jadi Presiden Pun Siap

Muhaimin: Gara-gara PMII, Jadi Wapres Saya Siap...Jadi Presiden Pun Siap

Nasional
Cak Imin Seleksi Perwakilannya untuk Masuk ke Baja Amin

Cak Imin Seleksi Perwakilannya untuk Masuk ke Baja Amin

Nasional
Rekam Jejak Kaesang Pangarep, dari Pengusaha Kini Jadi Kader PSI

Rekam Jejak Kaesang Pangarep, dari Pengusaha Kini Jadi Kader PSI

Nasional
Bersama Anies, Muhaimin Yakin Menangkan Pilpres 2024 Jika Bertarung dengan Ganjar-Prabowo

Bersama Anies, Muhaimin Yakin Menangkan Pilpres 2024 Jika Bertarung dengan Ganjar-Prabowo

Nasional
Kaesang Pengarep Jadi Kader PSI, Masih Anggota Biasa

Kaesang Pengarep Jadi Kader PSI, Masih Anggota Biasa

Nasional
Cak Imin Paparkan 3 Hal untuk Sempurnakan Demokrasi di Indonesia

Cak Imin Paparkan 3 Hal untuk Sempurnakan Demokrasi di Indonesia

Nasional
Cerita Muhaimin Bersatu dengan Anies di Pilpres 2024: Berliku, Ada Campur Tangan Tuhan

Cerita Muhaimin Bersatu dengan Anies di Pilpres 2024: Berliku, Ada Campur Tangan Tuhan

Nasional
Soal Rencana Pilkada 2024 Dimajukan, Muhaimin: PKB Sebenarnya Menolak

Soal Rencana Pilkada 2024 Dimajukan, Muhaimin: PKB Sebenarnya Menolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com