Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Urusi Kasus Ahok, Ahli PBB Tak Mengerti Demokrasi

Kompas.com - 24/05/2017, 18:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon meminta ahli dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tidak ikut campur dalam kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Fadli menilai, ahli PBB tidak mengerti demokrasi apabila ikut campur dalam hukum yang berjalan di suatu negara.

"Justru mereka ini tidak mengerti demokrasi. Demokrasi kita ini kan dibangun didasar keadilan hukum, jadi intervensi-intervensi dari luar semacam itu tidak bisa kita terima sebagai negara yang berdaulat," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Fadli mengatakan, Ahok saat ini sudah menerima vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Hal ini bisa dilihat dari sikap Ahok yang tidak mengajukan banding.

 

(Baca: Tiga Ahli PBB Desak Indonesia Bebaskan Ahok)

"Jadi saya kira harus kita dudukkan biasa saja. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Dan wajib menjunjung hukum tanpa ada kecualinya. Kan itu bunyi konstitusi kita," ucap Fadli.

Oleh karena itu, Fadli menyarankan agar pemerintah tidak perlu menggubris pendapat ahli dari PBB itu.

"Mereka itu siapa. Kita kan menentukan jalan pemerintahan jalan bernegara kita sendiri dan koridor kita adalah konstitusi, UUD 1945 dan UU lainnya. Kita enggak ada urusan sama pengamat-pengamat dari luar itu," ucap Fadli. 

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mengingatkan ahli PBB agar tidak mencampuri urusan hukum yang berlaku di Indonesia. Menurut Kalla, hal ini berlaku untuk siapa pun, termasuk negara lain di dunia.

 

(Baca: Jusuf Kalla Minta Ahli PBB Tak Ikut Campur soal Hukuman Ahok)

"Mereka tidak boleh campuri urusan kita, hukum kita. Siapa pun tidak boleh. Sama dengan kita tidak boleh mencampuri urusan hukum di Malaysia, urusan hukum di Amerika Serikat," kata Kalla di rumah dinas wakil presiden RI, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Kantor berita Reuters sebelumnya melaporkan, para pakar PBB menilai vonis hakim terjadi setelah tekanan fatwa ulama, kampanye media yang agresif, dan aksi protes massal yang diwarnai kekerasan.

Ketiga ahli itu adalah Pelapor Khusus tetang Kebebasan Beragama, Ahmed Shaheed; Pelapor Khusus tentang Kebebasan Berpedapat dan Berekspresi, David Kaye, dan ahli independen untuk mempromosikan tatanan internasional yang adil dan demokratis, Alfred de Zayas.

Mereka mendesak Pemerintah Indonesia membatalkan hukuman Ahok dalam banding atau memberinya bentuk pengampunan apapun yang mungkin tersedia dalam hukum Indonesia sehingga dia dapat segera dibebaskan dari penjara.

Hukum soal penistaan agama, menurut ketiga pakar PBB itu, tidak layak diterapkan di tengah masyarakat yang demokratis, seperti Indonesia. Vonis Ahok dinilai merusak kebebasan beragama.

Kompas TV Terdakwa kasus penodaan agama Ahok memutuskan untuk tidak mengajukan banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com