BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyampaikan sejumlah tantangan dan peluang menjadi bangsa pemenang dalam kompetisi global.
Hal itu disampaikannya pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar di Balikpapan, Senin (22/5/2017).
Salah satu ancaman tersebut adalah masalah kependudukan.
Gatot menambahkan, Indonesia yang diakui dunia sebagai 'the winning region' berpotensi menjadi tujuan migrasi penduduk pada masa depan.
"2020 diperkirakan enam juta orang akan bermigrasi, (itu baru) dari subsahara saja, yang kekeringan," kata Gatot, Senin.
Ia juga memaparkan perkiraan peta migrasi penduduk, yakni penduduk Amerika Selatan ke Amerika Utara; Afrika Tengah dan Utara menuju Eropa; serta dari Asia Selatan ke Eropa dan Australia.
Namun, kebijakan negara-negara tujuan migrasi tersebut saat ini justru seolah berupaya menangkal masuknya para migran tersebut.
Misalnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang ingin membangun tembok batas antara Amerika dan Meksiko.
Eropa menutup gelombang pengungsi imigran dan Australia menyerukan untuk menghentikan pengungsi dan migran ilegal untuk masuk ke daerahnya.
Indonesia, kata Gatot, sangat berpotensi menjadi negara "pelarian" dari para migran tersebut.
"Sangat mudah. Pulau-pulau kita banyak. Ini sangat berbahaya. Dampak migrasi penduduk," tutur pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah itu.
Ancaman tersebut dinilainya sangat berbahaya dan sudah pernah terjadi di masa lalu. Misalnya, pada masyarakat suku Aborigin dan Indian yang kini hampir punah.
Sebuah puisi pun dibacakannya untuk menggambarkan suasana kebatinan dari ancaman tersebut. Puisi yang dibacakan berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya' karya Denny JA.
Beberapa penggal puisi tersebut dibacakannya. Berikut penggalan puisi Denny JA yang dibacakannya:
"Sungguh Jaka tak mengerti, mengapa ia dipanggil ke sini. Dilihatnya Garuda Pancasila, tertempel di dinding dengan gagah. Dari mata burung Garuda, ia melihat dirinya. Dari dada burung Garuda, ia melihat desa. Dari kaki burung Garuda, ia melihat kota Dari kepala burung Garuda, ia melihat Indonesia."
"Lihatlah hidup di desa, sangat subur tanahnya. Sangat luas sawahnya, tapi bukan kami punya. Lihat padi menguning, menghiasi bumi sekeliling. Desa yang kaya raya, tapi bukan kami punya. Lihatlah hidup di kota, pasar swalayan tertata. Ramai pasarnya, tapi bukan kami punya. Lihatlah aneka barang, dijual belikan orang. Oh makmurnya, tapi bukan kami punya."
Gatot mendapatkan sambutan tepuk tangan peserta Rapimnas Partai Golkar saat mengakhiri pembacaan puisi itu.
Ia menyampaikan bahwa puisi itu merupakan gambaran tangisan dari penduduk di suatu wilayah, yakni penduduk Melayu.
Wilayah tersebut adalah Singapura. Sempat menjadi kelompok mayoritas di daerah tersebut, penduduk Melayu di Singapura kini justru terpinggirkan.
"Kalau kita tidak waspada, suatu saat bapak ibu sekalian duduk di sini, anak cucunya tidak. Duduk di pinggiran," kata Gatot kembali disambut tepuk tangan hadirin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.