Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Nilai Hukum Cambuk Pasangan LGBT di Aceh Diskriminatif

Kompas.com - 18/05/2017, 12:31 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengkritik keras hukuman terhadap pasangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Aceh.

MT (24) asal Langkat, Sumatera Utara dan MH (20) warga Jeunieb Kabupaten Bireun ditangkap warga karena melakukan diduga hubungan sesama jenis pada 28 Maret 2017.

Mereka dihukum masing-masing 85 kali cambuk oleh Majelis Hakim Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh.

"Aturan pidana bagi LGBT telah menimbulkan stigma luar biasa terhadap kelompok LGBT dan sekaligus menyasar mereka secara diskriminatif akibat orientasi seksual mereka," kata Supriyadi melalui siaran pers, Kamis (18/5/2017).

Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar “Jarimah Liwat”. Berdasarkan Pasal 63 ayat 1 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, ancaman hukumannya masing-masing 100 kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni atau penjara paling lama 100 bulan.

Kasus ini merupakan kasus liwat pertama yang menggunakan dasar hukum Qanun Jinayat sejak diberlakukan pada 2015.

Di samping liwat, Qanun juga mengatur mengenai “musahaqah", yakni aturan pidana yang ditujukan bagi LGBT dalam Pasal 64 dengan ancaman hukuman yang sama.

Menurut Supriyadi, aturan tersebut menimbulkan stigma luar terhadap kelompok LGBT sekaligus menyasar mereka secara diskriminatif akibat orientasi seksual mereka. Ia menilai, sejak awal aturan ini keliru dan seharusnya ditolak.

"Pertama, aturan ini merusak hak privasi dan membuka intervensi yang luar biasa terhadap hak-hak yang paling privat dengan cara menakutkan dan memalukan," kata Supriyadi.

(Baca juga: Diskriminasi Kelompok LGBT dan Pemerintah yang "Tutup Mata")

Selain itu, aturan tersebut juga memberikan legitimasi bagi negara untuk memberikan hukuman yang berat bagi WNI yang memiliki orientasi seksual yang berbeda.

Mereka disasar dengan ancaman pidana yang tinggi dengan hukuman cambuk dan denda. Menurut Supriyadi, hukuman cambuk tidak manusiawi atau merendahkan martabat.

"Tidak ada dasar legitimasinya di Indonesia. Sistem hukum pidana Indonesia jelas menolak corporal punishment (hukuman badan)," kata dia.

Sedangkan ancaman hukuman pidana penjara 100 bulan, kata Supriyadi, telah membuka peluang terdakwa memilih hukuman cambuk yang dianggap lebih cepat.

Ia juga mengritik praktik pengadilan di Mahkamah Syariat Aceh untuk kasus-kasus Qanun Jinayat, khususnya akses advokat dan bantuan hukum.

Aspek mengenai bantuan hukum dalam Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat cenderung lemah.

Mayoritas tersangka dan terdakwa yang dijerat oleh pasal-pasal tersebut tidak memiliki akses dukungan advokat atau pengacara untuk membantu mereka dalam persidangan.

"Dalam kasus ini, ICJR tidak melihat adanya dukungan advokat dan bantuan hukum yang diberikan untuk membantu pembelaan hak-hak mereka di depan pengadilan. Padahal, ancaman pidana yang diancamkan termasuk pidana berat," kata Supriyadi.

Kompas TV Puluhan perempuan yang mengenakan celana ketat terjaring razia penegakan hukum syariat Islam oleh Wilayatul Hisbah dan Satpol PP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com