JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa wacana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), sebagai upaya untuk mempercepat pembubaran organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dikhawatirkan mengancam demokrasi.
"Kalau misal Perppu dimasukkan agar bisa mempercepat proses pembubaran tersebut. Itu justru agak berbahaya bagi proses demokratisasi kita ke depan," kata Refly kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (17/5/2017).
Refly khawatir, Perppu itu tidak hanya akan memberangus HTI, tetapi juga Oimas-ormas lainnya.
"Tidak hanya melihat HTI, tapi melihat adanya ancaman dari pembubaran Ormas lainnya. Bukan tidak mungkin suatu saat jika tidak sesuai dengan kehendak pemerintah, dibubarkan juga. Karena tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945," terang Refly.
(Baca: Percepat Pembubaran HTI, Pemerintah Pikirkan Opsi Terbitkan Perppu)
Karena itu, ia mengingatkan sebelum Perppu diterbitkan oleh Pemerintah, langkah-langkah yang ada di dalam Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) untuk membubarkan Ormas harus ditaati terlebih dulu.
"Istilahnya bukan membubarkan tapi mencabut badan hukum, atau status terdaftarnya. HTI ini kan berbadan hukum, nah dicabutnya lewat pengadilan," kata dia.
"Sebelum ke pengadilan maka harus ada proses-proses yang harus dilalui. Proses itu mulai dari langkah persesuai, peringatan 1, 2, 3. Lalu penghentian dana hibah atau bantuan dan pelarangan kegiatan," lanjut Refly.
Kata Refly, demi asas keadilan, proses tersebut harus dilalui oleh pemerintah dalam upayanya untuk membubarkan HTI.
"Keadilan itu harus ditegakkan, due process of law yakni mendengarkan kedua belah pihak, tidak hanya pemerintah. Tapi juga HTI melalui proses peradilan, proses yang harus fair," tutup Refly.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.