Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Pasal Penodaan Agama Harus Tetap Ada

Kompas.com - 17/05/2017, 09:56 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, pasal-pasal mengenai penodaan agama harus tetap ada dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Sebab, pasal 29 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Karena itu, agama mendapat kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita. Bahkan Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa dan negara kita ini terjadi berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/5/2017).

Penodaan Agama Juga Ada di Negara Barat, Ini Buktinya

Pasal-pasal penodaan agama, lanjut Yusril, bukan hanya ada di dalam Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tetapi juga terdapat dalam UU Nomor 1 PNPS 1965 tentang Larangan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.

Pasal 156a KUHP yang baru-baru ini digunakan hakim untuk menghukum Basuki Tjahaja Purnama adalah berasal dari UU Nomor 1 PNPS tahun 1965 itu.

UU itu sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi untuk dibatalkan oleh sekelompok orang, termasuk Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Andai Semua Kasus Penodaan Agama Diupayakan Selesai Melalui Mediasi...

Namun, MK dalam Putusannya Nomor 140/PUU-VII/2009 menolak permohonan tersebut untuk seluruhnya.

"Jadi MK berpendapat sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukumnya, di negara yang berdasar Pancasila, di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka keberadaan agama wajib dilindungi dari setiap penyalahgunaan dan penodaan," kata Yusril.

Yusril menambahkan, keberadaan ketentuan pidana bagi penodaan atau penistaan terhadap ajaran sesuatu agama itu, umumnya juga berlaku di negara-negara sekuler.

Di Perancis, misalnya, seorang wali kota dituntut ke pengadilan dengan dakwaan penodaan ajaran agama.

"Di Rusia dan di China juga begitu, padahal mereka negara Komunis," kata Yusril.

Yusril menilai, sangat lah aneh jika ada sekelompok orang mendesak Pemerintah dan DPR untuk mencabut ketentuan tentang penodaan atau penistaan agama, apalagi kegiatan-kegiatan seperti itu makin banyak terjadi akhir-akhir ini, terutama melalui media sosial.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini mengatakan, mencabut berlakunya suatu norma undang-undang hanya dapat dilakukan dengan undang-undang atau dengan Perppu, yang tentu akhirnya memerlukan persetujuan DPR jika ingin dijadikan sebagai UU.

Kalau UU itu lahir, walau kecil kemungkinannya, mereka yang kontra dapat mengajukan uji materi untuk membatalkan UU tersebut.

"Dalam keyakinan saya, MK berpotensi untuk menolak permohonan mereka yang selanjutnya akan menetapkan desain bangunannya," kata Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com