JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk menerapkan ketentuan pidana korporasi untuk mengembalikan aset negara dalam dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Melalui pidana korporasi, KPK ingin memaksimalkan pengembalian aset negara.
"Tim penyidik sedang mempertimbangkan serius untuk menerapkan ketentuan-ketentuan di pidana korporasi, sebagai cara memaksimalkan asset recovery," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Tak hanya di dalam negeri, KPK ingin mengejar aset negara pada kasus BLBI itu hingga ke luar negeri, baik yang dimiliki pribadi maupun korporasi.
Di luar negeri, KPK akan bekerja sama dengan jaringan yang bekerja sama dengan KPK.
Untuk di dalam negeri, KPK akan menggunakan mekanisme hukum yang berlaku.
"Jadi kami sudah sampaikan sebelumnya dari kasus BLBI asset recovery salah satu konsen KPK. Karena itu KPK akan kejar kerugian negara dan pihak yang menerima," ujar Febri.
Febri mengatakan, ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016, untuk penerapan pidana korporasi dalam mengembalikan aset negara.
"MA sudah nyatakan clear, dalam kondisi apa korporasi harus mempertanggungjawabkan," ujar Febri.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Temenggung, sebagai tersangka.
Penetapan ini terkait penerbitan SKL dalam BLBI.
Dalam penyelidikan, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun.
Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.
KPK akan mengumpulkan data-data keuangan untuk menelusuri aset negara yang diduga telah berubah bentuk.
Selain itu, KPK akan mengikuti aliran dana mulai dari pemberian Bank Indonesia kepada obligor.
KPK juga akan menelusuri jumlah kick back atau keuntungan uang diperoleh Syafrudin dalam penerbitan SKL.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.