Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Desak KPI Larang Iklan Rokok Selama Ramadhan

Kompas.com - 16/05/2017, 10:22 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Komisi Penyiaran Indonesia melarang penayangan iklan rokok di televisi selama bulan suci ramadhan. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, di akhir Mei 2017 ini, terdapat dua momen penting untuk menghapuskan tayangan iklan rokok dari televisi.

Pertama, adalah puasa Ramadhan, yang diperkirakan akan dimulai pada 27 Mei. Kedua, adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia, yang rutin diperingati pada 31 Mei.

"Relevansi terhadap dua momen ini, YLKI mendesak KPI untuk mengeluarkan larangan iklan rokok di televisi selama bulan Ramadlan," kata Tulus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/5/2017).

Ada beberapa alasan YLKI menolak penayangan iklan rokok di televisi. Pertama, saat ini di seluruh dunia, iklan, promosi dan sponsor iklan rokok sudah dilarang total, di semua lini media.

(Baca: ATVSI Minta Iklan Rokok Cukup Dibatasi, Bukan Dilarang)

Sebagai contoh, di Eropa Barat, iklan rokok telah dilarang sejak 1960. Dan di Amerika Serikat iklan rokok telah dilarang sejak 1973.

Demikian juga di negara-negara penghasil tembakau atau rokok terbesar di dunia, seperti China, India, Brasil, Bangladesh, Jepang; pun iklan/promosi rokok telah dilarang, terutama setelah negaranya meratifikasi/mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"Hanya di Indonesia, iklan atau promosi rokok masih menjamur di semua lini media. Saat ini, Indonesia satu-satunya negara di dunia yang masih melegalkan iklan rokok di televisi," kata Tulus.

Kedua, lanjut Tulus, saat ini banyak anak-anak dan remaja yang menonton televisi saat iklan rokok ditayangkan, khususnya pada saat makan sahur. Secara regulasi, memang tidak melanggar, karena iklan rokok boleh ditayangkan mulai  jam 21.30-05.00 waktu setempat.

(Baca: Tak Ada Iklan Rokok di Kabupaten Ini)

Pengaturan itu dengan asumsi agar iklan rokok tidak dilihat oleh anak-anak, karena sudah tidur. Namun, karena harus bangun pada saat makan sahur, mereka akhirnya terpapar iklan rokok yang ditayangkan pada jam santap sahur itu.

"Bahkan produsen rokok sengaja membombardir iklan rokok pada saat makan sahur, dengan menjadikan anak-anak sebagai target utama. Ini hal yang tragis," sesal Tulus.

Ketiga, lanjut Tulus, industri rokok juga melakukan iklan atau promosi terselubung pada jam-jam prime time, misalnya menjelang buka puasa, dengan dalih iklan korporat, bukan iklan produk. Ini jelas bentuk pengelabuhan pada publik.

"Sebab nama perusahaan rokok di Indonesia sama dengan nama merek produknya," kata dia.

Keempat, YLKI juga menilai tidak etis apabila rokok menjadi sponsor acara keagamaan di televisi. Sudah terbukti merokok bukan tindakan positif, bahkan sebagian diharamkan, tetapi malah mensponsori program di bulan suci.

YLKI meminta para ustadz, yang menjadi pengasuh acara di televisi saat Ramadlan, untuk menolak jika acara tersebut disponsori rokok, baik secara terang-terangan atau terselubung. 

"Selain mematuhi regulasi, seharusnya industri rokok juga menjunjung etika dalam berbisnis dan memasarkan produk rokoknya. Bukan hanya mengeruk untung lewat racun adiksi pada rokok yang dipasarkan itu," ucap Tulus.

Kompas TV Petugas pemadam kebakaran berupaya keras memadamkan kobaran api yang membakar lima unit rumah di Bukit Duri, Tebet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com