Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/05/2017, 10:35 WIB
|
EditorSabrina Asril

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tengah ramai diperbincangkan. Kini, pasal tersebut tengah dibahas kembali oleh panitia kerja (panja) Revisi Undang-Undang KUHP yang terdiri dari Komisi III DPR dan Kementerian Hukum dan HAM (Kumham).

Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Kumham, Enny Nurbaningsih, menyatakan pemerintah dalam rapat panja KUHP tetap mempertahankan keberadaan pasal tersebut.

Enny yang juga turut serta dalam rapat panja KUHP menyatakan pemerintah merasa perlu adanya pasal tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap agama.

"Ini kan ada yang masih menjadi bagian dari KUHP lama, itu terkait dengan penistaan agama, maka ini bentuk perlindungan terhadap agaka itu sendiri," ujar Enny saat dihubungi, Minggu (14/5/2017) malam.

(Baca: Pasal Penistaan Agama, Masih Perlukah?)

Selain itu, Enny menilai, selama ini di Indonesia, hampir selalu ada efek kerusuhan yang ditimbulkan dari perbuatan atau ucapan yang menyinggung suatu agama.

"Harus dilihat dampaknya, ketika ada dampaknya dari yang melakukan itu. Apa tak ada kemungkinan menimbulkan kerusuhan atau apapun? Itu harus jadi pertimbangan juga," lanjut dia.

Namun, Enny menegaskan, nantinya pasal penodaan agama, yang saat ini ada pada pasal 156 KUHP, masuk dalam delik materiil. Artinya, tindak pidana yang dijerat pasal tersebut harus dibuktikan akibatnya terlebih dahulu.

Dengan demikin tindak pidana penistaan agama dinyatakan terjadi jika terbukti membawa akibat yang nyata.

(Baca: Refly Harun: Kasus Penistaan Agama Bisa Diselesaikan dengan Dialog)

Enny menganggap, dengan digolongkan ke dalam delik materiil, maka akan terhindar dari aksi main lapor yang menggunakan pasal tersebut. Tetapi, ia menegaskan, dipertahankannya pasal penistaan agama masih berupa usulan dari pemerintah dan belum diputuskan.

Sementara itu, Ketua Panja Revisi Undang-undang KUHP, Benny K. Harman mengatakan kelanjutan pembahasan pasal penistaan agama dalam rapat panja KUHP masih menuggu kesiapan pemerintah. Namun, sebelumnya panja KUHP telah mengundang sejumlah perwakilan tokoh agama untuk membahas pentingnya pasal tersebut ada di KUHP.

Ia menyatakan, saat itu dari semua perwakilan tokoh agama yang diundang menganggap perlu adanya pasal penistaan agama dalam KUHP.

Hanya, Benny menegaskan, perlu adanya makna yang jelas terkait tindakan yang dikategorikan penistaan agama. Sehingga dalam prakteknya, pasal tersebut tidak digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang.

(Baca: Dubes AS di Jakarta: UU Penistaan Agama Ancam Kemerdekaan Beragama)

"Jadi, hanya negara melalui perangkat hukumnya yang boleh memutuskan apakah perbuatan seseorang itu dapat dikategorikan sebagai tindakan penistaan agama. Bukan oleh tekanan masaa dan selainnya. Ini bentuk kepastian dan keadilan hukum," papar Benny.

"Makanya nanti perlu ditegaskan apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan menista," lanjut politisi Partai Demokrat itu.

Menanggapi polemik pasal penistaan agama, rohaniawan Franz Magnis Suseno mengaku belum memiliki pendapat yang tegas dalam hal ini. Hanya, ia menegaskan perlu adanya rumusan yang jelas terkait pasal itu jika masih ingin dipertahankan.

"Harus ada maksud dari seseorang untuk menghina dan merendahkan, kalau ada orang sekadar tersinggung dengan pernyataan seseorang itu belum termasuk penghinaan toh," ucap Magnis.

Kompas TV Tuntut Keadilan, Massa Nyalakan Lilin Untuk Ahok
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com