Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Kadir Karding
Politisi

Sekretaris Jenderal DPP PKB Periode 2014-sekarang. Anggota DPR RI periode 2009-2014 dan 2014-2019 dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mewakili Jawa Tengah. Saat ini menjabat sebagai anggota Komisi III DPR RI. Alumnus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang tahun 1997.

Pasal Penistaan Agama, Masih Perlukah?

Kompas.com - 14/05/2017, 13:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akhirnya divonis bersalah dalam kasus penistaan agama. Putusan hakim yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan terdakwa harus segera ditahan sebenarnya agak mengagetkan.

Jaksa menuntut Ahok terbukti bersalah melanggar Pasal 156 KUHP tentang penistaan suatu golongan. Adapun akim menyatakan Ahok terbukti bersalah melakukan penodaan agama dan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP.

Dari sisi bentuk hukuman, vonis hakim juga lebih berat. Jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman terhadap Ahok dengan penjara 1 tahun setelah menjalani masa percobaan 2 tahun. Namun, hakim memutus 2 tahun penjara.

Dalam dunia peradilan, hakim memiliki kebebasan dan independensi dalam memutus perkara. Peristiwa hakim memutus di atas tuntutan jaksa itu disebut vonis ultra petita.

Putusan hakim kasus Ahok segera menimbulkan polemik. Ada sebagian masyarakat yang menyambut baik, tapi tak sedikit yang menilai putusan hakim itu keterlaluan.

Ada yang menilai bahwa Ahok pantas dihukum berat karena telah melakukan penistaan agama. Tapi ada pula yang menyebut bahwa kasus Ahok ini sebenarnya hanya "salah ucap".

Sejak awal, kasus Ahok ini juga tak lepas dari aroma dan motif politik. Kita tahu, persaingan dalam Pilkada DKI sangat keras sehingga isu SARA begitu menghangat. Kubu ini menyatakan bahwa Ahok hanya korban tekanan massa. Sebelumnya, beberapa kali ada unjuk rasa menuntut Ahok diproses hukum.

Putusan hakim yang menggunakan pasal penistaan kepada Ahok membuka polemik lagi soal keberadaan pasal ini. Melalui akun resminya, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa ikut menanggapi soal pasal penistaan agama. Mereka meminta Pemerintah Indonesia mengkaji kembali hukum penistaan agama.

Kasus penistaan agama yang dituduhkan ke Ahok menambah deretan peristiwa serupa yang terjadi di Indonesia. Sudah banyak orang yang diproses hukum dengan pasal penistaan agama.

Yang menarik, setiap kali ada kasus dugaan penistaan agama maka proses hukumnya selalu ada unsur tekanan massa. Tiap kali ada dugaan penistaan agama maka muncul kelompok tertentu yang ikut menekan aparat penegak hukum untuk mengadili pelaku.

Pada 2011 lalu di Temanggung juga ada kasus penistaan agama, yakni Antonius Richmon Bawengan yang menyebarkan selebaran dan buku yang dianggap melecehkan keyakinan agama tertentu. Antonius divonis secara maksimal berdasar KUHP, yaitu 5 tahun. Tapi, ada kelompok yang tak terima atas putusan itu. Lalu mereka merusak tempat ibadah dan sekolah milik pemeluk agama lain.

Kasus lain yang dialami Syamsuriati alias Lia Eden, pendiri Komunitas Eden. Wanita itu dinyatakan bersalah karena menyerukan penghapusan seluruh agama. Lia Eden diganjar hukuman penjara.

Ada juga Pemimpin Syiah di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Tajul Muluk alias Haji Ali Murtadho, yang dihukum dengan dakwaan penodaan dan penistaan agama.

Kasus penistaan agama yang cukup populer adalah yang dilakukan Arswendo Atmowiloto, yang kala itu menjadi Pemred Majalah Monitor pada tahun 1990. Majalah ini mengumumkan hasil survei mengenai tokoh yang paling diidolakan masyarakat Indonesia.

Hasil survei menempatkan Presiden RI kala itu, Soeharto, menempati urutan pertama. Sedangkan Nabi Muhammad berada di urutan kesebelas. Hasil tersebut memicu kontroversi dan menimbulkan gelombang unjuk rasa. Permintaan maaf Arswendo tak menghentikan kemarahan beberapa kelompok umat Islam. Hingga akhirnya Arswendo diproses hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com