Daripada mengambil kebijakan yang melawan logika hukum, seharusnya Presiden Jokowi mendorong adanya Pengadilan HAM ad-hoc atas Tragedi Mei.
Biarlah pengadilan yang akan mengadili dan memutuskan, berdasarkan pada fakta-fakta persidangan, siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas Tragedi Mei. Adanya pengadilan akan menjauhkan prasangka dan kecurigaan masyarakat bahwa pemerintahan melindungi aktor-aktor tertentu.
Kita tentu selalu mengingat janji Presiden Jokowi ketika berkampanye bahwa ia akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, termasuk di antaranya Tragedi Mei. Dalam Nawa Cita yang berisi sembilan agenda prioritas Presiden Jokowi, di nomor 4 ditegaskan “menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.”
Janji atas Nawa Cita tersebut seharusnya diwujudkan melalui negara yang hadir, bukannya lepas tangan atas Tragedi Mei. Apabila gagal, berarti negara menunjukkan “kelemahannya” di hadapan para pelanggar HAM.
Kita tahu bahwa begitu banyak agenda prioritas negara yang harus ditunaikan oleh Presiden Jokowi, dari persoalan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
Namun, jangan lantas persoalan kemanusiaan dan keadilan dinegasikan dengan alasan mengejar pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Kamanusiaan dan keadilan adalah pilar bangsa sebagaimana di sila kedua dan kelima Pancasila, sehingga harus menjadi pondasi dalam membangun bangsa ini, bukan sebaliknya.
Cukup sudah sembilan belas tahun Tragedi Mei terjadi tanpa solusi. Presiden Jokowi tidak perlu menunggu hingga tahun depan untuk mengambil langkah-langkah kongkret memenuhi dan melindungi hak-hak korban dan keluarganya.
Semakin lama presiden bersikap, semakin sulit keadilan dicapai. Kita berharap bahwa pada peringatan 20 tahun Tragedi Mei, kisah kelam peristiwa itu telah dilewati melalui kebijakan Presiden Jokowi membentuk Pengadilan HAM ad-hoc. (Mimin Dwi Hartono, Staf Senior Komnas HAM, pendapat pribadi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.