JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPD RI dari Provinsi Kepulauan Riau, Djasarmen Purba mempertanyakan kebijakan pembekuan dana reses bagi anggota DPD yang tak mendukung kepemimpinan Oesman Sapta Odang serta dua wakilnya Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
Menurut Djasermen, tak pernah ada kebijakan seperti itu sebelumnya. Dana reses, kata dia, merupakan hak bagi anggota yang akan melaksanakan kewajiban reses di daerah pemilihannya.
"Tertuang dalam UU MD3 maupun Peraturan Tatib (DPD)," kata Djasarmen melalui pesan singkat, Jumat (12/5/2017).
Ia juga mempertanyakan hal lain dari kebijakan tersebut, yakni soal legitimasi kepemimpinan Oesman Sapta Odang.
(Baca: Tolak Oesman Sapta, 23 Anggota DPD Dana Resesnya Dibekukan)
Pengakuan tersebut bukan sebagai tertib administrasi melainkan dalam konteks politik.
"Kenapa harus dibuat tandatangan pengakuan pimpinan DPD RI? Apakah belum merasa diakui sehingga perlu penguatan pengakuan?" ujarnya.
Seharusnya, kata Djasarmen, Sekretaris Jenderal tak mencampuri urusan politik dengan tertib administrasi.
Seperti diketahui, sejak beberapa waktu terakhir terjadi konflik kepemimpinan di internal DPD.
"Hak anggota tidak boleh distop sekjen. Apalagi bagi yang akan melaksanakan kewajibannya. Sekjen atau pimpinan sekalipun tidak dibenarkan men-stop dana reses anggota," tutur Djasarmen.
Surat pernyataan tertanggal 8 Mei 2017 soal pemberian hak keuangan anggota diterbitkan.
Hak keuangan tersebut baru dapat diambil jika anggota DPD RI menghadiri sidang paripurna dan kegiatan-kegiatan alat kelengkapan DPD yang dikoordinasikan di bawah kepemimpinan pimpinan DPD yang dilantik pada 4 April 2017.
Mereka kemudian harus menandatangani surat pernyataan serta menyampaikan laporan reses.
Adapun polemik di DPD bermula dari adanya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang salah satunya mengatur masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan.
Pada 30 Maret, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang isinya membatalkan kedua Tata Tertib DPD itu.
(Baca: Anggota DPD yang Tak Akui Kepemimpinan Oesman Sapta Akan Diberi Sanksi)
Namun, pada awal April, sebagian anggota DPD tetap menjalankan pemilihan hingga dini hari dan menetapkan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan DPD menggantikan M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad.
Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi memandu Oesman, Nono, dan Darmayanti mengucapkan sumpah jabatan. Kepemimpinan yang baru itu tidak diakui sebagian anggota DPD, termasuk Hemas dan Farouk Muhammad.
Saat ini, Hemas melakukan perlawanan lewat jalur hukum, yakni mengajukan permohonan terkait langkah administratif Mahkamah Agung yang memandu sumpah jabatan Oesman, Nono, dan Darmayanti ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.