Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andai Semua Kasus Penodaan Agama Diupayakan Selesai Melalui Mediasi...

Kompas.com - 12/05/2017, 08:12 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Selasa (9/5/2017) majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Hakim menyatakan Ahok telah melakukan penodaan agama melalui pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, dengan mengutip Surat Al Maidah ayat 51.

Putusan itu pun akhirnya memunculkan berbagai reaksi di masyarakat. Ada yang setuju, dan ada pula yang menentang putusan tersebut. Polarisasi di masyarakat justru menguat pasca-putusan sidang.

Di sisi lain, elemen masyarakat sipil mendorong dihapuskannya pasal terkait penodaan agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lalu, apa yang membuat elemen masyarakat sipil menganggap pasal penodaan agama sangat berbahaya jika tetap diterapkan?

Peneliti Setara Institute Halili Hasan mengatakan, tidak bisa dipungkiri perpecahan atau polarisasi di masyarakat semakin menguat pasca-putusan sidang kasus Ahok.

Sejak proses penyelidikan hingga persidangan, tekanan massa terus bermunculan. Masyarakat pun dijejali dengan isu identitas berbau suku dan agama.

Menurut Halili, situasi seperti itu bisa dihindari jika kasus penodaan agama diselesaikan melalui jalur non-yudisial atau mediasi. Penyelesaian melalui jalur non yudisial, lanjut Halili, dinilai lebih memiliki dampak yang positif terhadap kondisi sosial masyarakat.

"Dari sisi sosial, masyarakat jadi tidak perlu terbelah atau terpolarisasi. Saat ini justru terjadi permusuhan satu sama lain karena isu penodaan agama yang konstruksi hukumnya itu sendiri absurd," ujar Halili usai menggelar jumpa pers terkait laporan riset "Rezim Penodaan Agama 1965-2017", di kantor Setara Institute, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (11/5/2017).

Halili menilai, mekanisme mediasi dalam penyelesaian kasus penodaan agama lebih efektif dan efisien ketimbang melalui persidangan.

Setidaknya ada dua alasan selain kondisi sosial yang bisa menjadi landasan. Pertama, pemerintah bisa menghemat dari sisi anggaran. Dalam kasus Ahok misalnya, negara harus mengeluarkan banyak anggaran hanya untuk pengamanan selama sidang berlangsung.

Kedua, jalur mediasi secara langsung akan mendidik masyarakat jika muncul kasus serupa di kemudian hari.

"Masyarakat kita ini kan masyarakat yang mengaku suka musyawarah, tapi faktanya enggan untuk berdialog. Mediasi justru akan mendidik banyak orang," ucapnya.

Halili mengakui jalur mediasi memang sulit dilakukan jika terdapat tekanan massa yang besar dan dilatarbelakangi oleh kepentingan politik. Namun, jika aparat penegak hukum bersikap tegas, jalur mediasi sangat mungkin dilakukan.

Mekanisme jarang ditempuh

Pada kesempatan yang sama, Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani menjelaskan, jika mengacu pada PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, ada mekanisme yang harus ditempuh sebelum proses persidangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com