JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi sebagai salah satu pengusul hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa masih ada peluang terbentuknya panitia khusus (pansus) hak angket KPK.
Sekalipun saat ini enam fraksi sudah menyatakan menolak hak angket itu.
Menurut dia, pihak pengusul juga melakukan komunikasi kepada semua fraksi agar hak angket tersebut tak gugur di tengah jalan.
"Menurut saya belum selesai persoalannya. Kami sedang melakukan pendekatan dan menjelaskan kepada semua fraksi," ujar Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2017).
"Artinya, angket ini jangan kita matikan sendiri karena akan kelihatan konyol di depan masyarakat," sambungnya.
Ini Daftar 26 Anggota DPR Pengusul Hak Angket KPK
Sebab, kata dia, gugurnya hak angket angkat menunjukkan bahwa DPR tidak mampu menegakkan wewenang lembaganya.
Ia juga menyayangkan banyak pihak melihat hak angket secara subjektif dan mementingkan masin-masing, salah satunya pencitraan partai.
"Angket ini didorong pertama sekali oleh dua fraksi di Komisi III, Demokrat dan Gerindra karena yang memimpin (rapat) adalah mereka," ucap Politisi Partai Nasdem itu.
"Kalau sekarang mereka mundur teratur, tidak salah apa yang disebutkan Pak Masinton (Pasaribu), itu membohong sendiri, mempermalukan daripada DPR," sambung dia.
Ramai-ramai Balik Badan Tolak Hak Angket KPK
Salah satu hal yang menurut dia penting untuk didalami adalah soal kepemimpinan KPK yang dianggap tak efektif.
"Misalnya, sekarang ini di dalam tubuh KPK ada negasi terhadap kepemimpinannya. Jadi kalau pimpinan membuat surat teguran, SP, itu dikembalikan dan mereka beramai-ramai mempertanyakan hal tersebut," ucap Taufiqulhadi.
Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Melebar, Hak Angket KPK Tak Hanya Bahas soal Rekaman Miryam
Dalam persidangan, penyidik KPK, Novel Baswedan, yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK. Melalui pansus hak angket, Komisi III ingin rekaman pemeriksaan Miryam di KPK diputar secara terbuka serta beberapa hal lainnya.
Setelah hak angket disetujui DPR, belakangan elite parpol mengaku menolak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.