JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri Soedarmo menganggap bahwa pemerintah tak perlu mengeluarkan surat peringatan (SP) untuk pembubaran dan pelarangan kegiatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Soedarmo beralasan, karena penolakan gerakan HTI sudah begitu masif di daerah-daerah. Sehingga, pengiriman surat peringatan bisa dikesampingkan.
"Ini kan masuk kaya semacam lex spesialis. Sekarang ini kan sudah mengarah pada konflik horizontal. Karena daerah sudah melakukan penolakan-penolakan terhadap kegiatan HTI," tegas dia di kantornya, Jakarta, Selasa (9/5/2017).
(Baca: HTI Menolak Tuduhan Anti-Pancasila)
Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) akan mengajukan pembubaran HTI ke pengadilan agar memiliki kekuatan hukum.
Apalagi, kata dia, HTI diketahui hanya terdaftar di Kemenkum HAM dan tidak terdaftar di Kemendagri.
"Kita kasih datanya ke Kemenkum HAM. Nanti itu dilengkapi dan dimasukkan dari Kemenkum HAM ke Kejaksaan," kata mantan staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut.
Soedarmo berujar, data-data itu meliputi pelanggaran-pelanggaran HTI di daerah yang gencar menyuarakan ideologi Khilafah, mengganti ideologi bangsa yakni Pancasila.
"Itu yang bisa dijadikan saksi lah bahwa HTI di daerah itu selalu menyarankan ideologi khilafah. Biasanya kan banyak kegiatan di daerah begitu," ungkap dia.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk melakukan upaya pembubaran dan melarang kegiatan yang dilakukan ormas HTI.
Sebab, kegiatan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam UU Ormas.
Keputusan pembubaran HTI tersebut telah melalui satu proses pengkajian yang panjang dan diputuskan kemarin, Senin (8/5/2017).
(Baca: Menteri Agama: Pembubaran HTI karena Dinilai sebagai Gerakan Politik)
Pemerintah pun memaparkan tiga alasan membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.