Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendardi Sebut Ada "Trial by Mob" dalam Vonis Ahok

Kompas.com - 09/05/2017, 20:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute Hendardi menilai 'trial by mob' terjadi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Menyimak putusan terhadap Basuki, Hendardi melihat hakim telah menerapkan standar ganda dalam mempertimbangkan konteks peristiwa hukum di mana Ahok awalnya diduga melakukan penodaan agama.

"Di satu sisi hakim mempertimbangkan situasi ketertiban sosial yang diakibatkan oleh ucapan Basuki," ujar Hendardi melalui keterangan pers, Selasa (9/5/2017).

(Baca: Karangan Bunga untuk Ahok Berdatangan ke Rutan Cipinang)

"Tapi di sisi lain, hakim ahistoris dengan peristiwa yang melatarbelakangi pernyataan Basuki bahwa betapa politisasi identitas dan peristiwa hukum itu dijadikan alat penundukan yang efektif untuk memenangkan sebuah kontestasi," lanjut dia.

Aspek-aspek non-hukum itulah yang mempertegas bahwa putusan majelis hakim PN Jakut merupakan 'trial by mob'.

"Kerumunan massa menjadi sumber legitimasi tindakan aparat penegak hukum. Majelis hakim pun memilih jalan pengutamaan koeksistensi sosial yang absurd dibandingkan melimpahkan jalan keadilan bagi seorang warga negara, Basuki," ujar Hendardi.

Putusan 'trial by mob' sudah barang tentu bertentangan dengan prinsip 'rule of law' dan membahayakan demokrasi serta hukum di Indonesia.

Sebab, sumber legitimasi bukan lagi berdasarkan kedaulatan rakyat yang mendasarkan diri pada UUD 1945, melainkan kedaulatan kerumunan orang.

(Baca: Polisi Berharap Tak Ada Lagi Pengerahan Massa Terkait Kasus Ahok)

Hal itu jelas mengingkari prinsip- prinsip negara hukum. Putusan 'trial by mob', lanjut Hendardi, pada akhirnya juga mengikis kepercayaan diri hakim untuk menjalankan asas 'in dubio pro reo'.

Asas ini artinya, jika hakim ragu atas suatu hal, maka putusan haruslah berdasarkan pertimbangan yang paling menguntungkan terdakwa.

"Lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum satu orang tidak bersalah," ujar Hendardi.

Dengan segala tekanan itu, hakim memutus Ahok bersalah dan terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156a KUHP.

Hakim memvonis Ahok hukuman dua tahun penjara, lebih berat dari tuntutan jaksa.

(Baca: Tuntut Ahok Dibebaskan, Ratusan Warga NTT Gelar Aksi Bakar 1.000 Lilin)

"Harus diakui bahwa majelis hakim bekerja di bawah tekanan gelombang massa yang sejak awal memberikan tekanan dan mendesak pemenjaraan Basuki," ujar Hendardi.

Vonis hakim atas Basuki tersebut sekaligus mempertegas bahwa delik penodaan agama sangat rentan dijadikan alat untuk menekan kelompok kepentingan manapun.

"Delik penodaan agama rentan digunakan sebagai alat pendudukan bagi siapapun dan untuk kepentingan siapapun," ujar Hendardi.

Kompas TV Ahok Bersalah dan Diberhentikan Sementara (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com