JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM bidang Hubungan Antar Lembaga, Agus Haryadi menilai, makna makar pada undang-undang sedianya tidak dibatasi menjadi "serangan".
Sebab, jika dimaknai bahwa makar itu adalah serangan terhadap pemerintah justru akan memperbesar risiko ancaman terhadap pemerintah.
Hal ini disampaikan Haryadi menanggapi gugatan uji materi terkait kata "makar" yang diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Haryadi memberikan keterangan tersebut mewakili pemerintah atas uji materi ini.
(Baca: Pasal Makar Dibawa ke MK)
"Kalau Makar hanya diartikan 'serangan', risiko yang ditimbulkan terhadap negara akan lebih besar," ujar Haryadi dalam sidang uji materi yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (9/5/2017).
Untuk diketahui, dalam permohonannya, ICJR menyoal kata "makar" karena tidak ada pasal yang mengatur definisi baku mengenai kata tersebut.
Adapun Pasal 87 KUHP mencantumkan kata makar, namun hal itu bukan pengaturan mengenai definisi dari kata makar.
Akibatnya, menimbulkan ketidakjelasan tujuan dan rumusan dari Pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b dan 140.
Kata makar pada undang-undang telah mengaburkan pemaknaan mendasar dari kata "aanslag" yang dalam bahasa Indonesia diartikan "serangan".
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.