JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang ke-13 kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/5/2017).
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi mulai dari pengacara Hotma Sitompoel hingga beberapa staf di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Berbagai fakta menarik muncul selama persidangan. Pengakuan Hotma soal penerimaan uang hingga keterlibatan Setya Novanto diungkap dalam persidangan.
Berikut 5 fakta menarik dalam sidang kedua belas kasus e-KTP:
1. Hotma Sitompoel serahkan uang
Pengacara Hotma Sitompoel menyerahkan uang 400.000 dollar AS kepada KPK. Uang tersebut berasal dari proyek pengadaan e-KTP.
Menurut Hotma, ia awalnya ditunjuk sebagai pengacara untuk mendampingi pejabat Kementerian Dalam Negeri yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pelaporan itu terkait proses lelang proyek e-KTP yang sedang berproses di Kemendagri.
Permintaan pendampingan hukum diajukan oleh kedua terdakwa, pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto.
Menurut Hotma, ia dikenalkan dengan Irman dan Sugiharto oleh Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap. Setelah melakukan pendampingan hukum, Hotma melanjutkan, ia menerima honor sebesar 400.000 dollar AS dan Rp 150 juta.
Setelah diperiksa di penyidikan, ia menyerahkan uang 400.000 dollar AS kepada KPK.
(Baca: Hotma Sitompoel Serahkan Uang E-KTP 400.000 Dollar AS kepada KPK)
2. Hotma Sitompoel dapat info proyek e-KTP milik Setya Novanto
Hotma Sitompoel pernah diberitahu bahwa proyek pengadaan e-KTP adalah proyek milik Setya Novanto. Menurut Hotma, ia diberitahu oleh kliennya, yakni Paulus Tanos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
PT Sandipala adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Konsorsium tersebut menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.
Dalam BAP, Hotma menjelaskan bahwa pada saat itu kliennya menghadapi persolan terkait pengerjaan proyek e-KTP. Saat itu, produk cip mikro yang ditawarkan Paulus tidak bisa digunakan dalam proyek e-KTP.
Untuk itu, ia kemudian menemui Setya Novanto di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
(Baca: Hotma Sitompoel Dapat Info Proyek E-KTP Milik Setya Novanto)
3. Chairuman Harahap jadi penghubung
Ketua Komisi II DPR periode 2010-2011 Chairuman Harahap pernah merekomendasikan kedua terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP, Irman dan Sugigarto, agar menggunakan jasa advokat Hotma Sitompoel.
"Pak Chairuman adalah mantan jaksa dan anggota DPR dan kawan lama saya, dia datang memperkenalkan," ujar Hotma kepada jaksa KPK.
Menurut Hotma, ia awalnya ditunjuk sebagai pengacara untuk mendampingi pejabat Kementerian Dalam Negeri yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pelaporan itu terkait proses lelang proyek e-KTP yang sedang berproses di Kemendagri.
Menurut surat dakwaan, Sugiharto, yang saat itu sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Pengadaan, Drajat Wisnu Setyawan, dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Keduanya diduga melakukan penipuan, penggelapan, pelanggaran praktek monopoli dan persaingan usaha, serta pelanggaran keterbukaan informasi publik.
Pelaporan dilakukan setelah panitia pengadaan menetapkan Konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang proyek e-KTP. Setelah memberikan pendampingan hukum, Hotma menerima fee sebesar 400.000 dollar AS dan Rp 150 juta.
(Baca: Chairuman Harahap Jadi Penghubung Terdakwa E-KTP dan Hotma Sitompoel)
4. Lima sekretaris korwil proyek e-KTP terima Rp 10 juta
Lima orang sekretaris koordinator wilayah (korwil) dalam proyek pengadaan e-KTP menerima uang masing-masing Rp 10 juta. Uang itu diberikan terdakwa kasus e-KTP, Sugiharto.
Hal itu dikatakan Ani Miryanti selaku Sekretaris Koordinator Wilayah III Sosialisasi dan Supervisi E-KTP.
Menurut Ani, ia dan empat sekretaris lainnya pernah dipanggil dan diminta berkumpul di ruangan Sugiharto. Saat itu, Sugiharto memberikan uang masing-masing Rp 10 juta.
(Baca: Lima Sekretaris Korwil Proyek E-KTP Terima Masing-masing Rp 10 Juta)
5. Terima uang e-KTP, Staf Kemendagri sebut sebagai pembayaran utang
Kepala Sub Direktorat Pelayanan Informasi Direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK), Heru Basuki, mengaku pernah menerima uang Rp 40 juta dari terdakwa kasus korupsi e-KTP, Sugiharto.
Namun, Heru mengatakan bahwa uang tersebut tidak terkait proyek e-KTP. Menurut Heru, uang Rp 40 juta tersebut adalah pembayaran utang.
Menurut Heru, pada akhir 2012, dia dipanggil dan diminta menghadap ke ruangan Sugiharto. Saat itu, Sugiharto memberikan uang tunai Rp 40 juta.
Dalam surat dakwaan dijelaskan bahwa selain memberikan sejumlah uang kepada Komisi II DPR RI, pada bulan November-Desember 2012, Sugiharto juga memberikan sejumlah uang kepada staf pada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selain itu, kepada Sekretariat Komisi II DPR RI dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang terkait dengan pengusulan dan pembahasan tambahan anggaran penerapan e-KTP. Salah satunya kepada Heru sebesar Rp 40 juta.
(Baca: Terima Uang E-KTP, Staf Kemendagri Sebut Sebagai Pembayaran Utang)