Menjawab sejumlah tanya
Sebab, setiap warga negara bisa juga balik mempertanyakan lamanya jeda waktu dari penerbitan UU Nomor 17 Tahun 2013 dan PP Nomor 58 Tahun 2016 sebagai aturan pelaksanaannya.
Buat catatan, UU Nomor 17 Tahun 2013 terbit pada 22 Juli 2013. Adapun PP Nomor 58 Tahun 2016 keluar pada 6 Desember 2016.
Oh, yang dipersoalkan aktivitas HTI dianggap mengancam dan membahayakan ketertiban masyarakat? Orang bisa mempersoalkan, aktivitas mana yang dimaksudkan? Publik punya acuan, kalau soal bikin resah, misalnya, rasanya ada sejumlah kelompok lain yang lebih bikin deg-degan setiap kali disebut namanya.
Ada juga frasa “sesuai aspirasi masyarakat” di pernyataan kementerian? Sekali lagi, dengan alasan ini, pihak yang terlibat bisa mempertanyakan masyarakat yang mana dulu?
Serentet pertanyaan itu harus mulai menjadi bahan diskusi dan dicermati publik, bukan semata soal pro atau kontra HTI. Menyangkut kepentingan publik, daya kritis warga akan selalu muncul.
Alasan yang bisa dipakai, sekali warga negara abai pada setiap detail seperti ini, bisa jadi esok hari organisasi kemasyarakatan lain akan mengalami nasib serupa dengan langkah tak beda. Itu lah mengapa, setiap langkah harus betul-betul diukur luasan dimensinya, tak sekadar menjatuhkan "vonis".
Kembali ke regulasi yang dilansir pemerintah terkait organisasi kemasyarakatan, ada sejumlah langkah yang mutlak dijalankan pemangku kepentingan untuk bisa sampai kata “pembubaran”.
(Baca juga: Pemerintah Tempuh Jalur Hukum untuk Bubarkan HTI)
Untuk dapat menjatuhkan sanksi, pemerintah harus memastikan dulu organisasi kemasyarakatan terbukti melanggar sederet larangan.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2013, daftar larangan itu termuat pada Bab XVI berisi Pasal 59 dengan empat ayat yang masing-masing punya rincian lagi.
(Baca juga: Penjelasan Kapolri soal Mekanisme Pembubaran HTI)
Adapun sanksi pada Organisasi Kemasyarakatan tercantum pada Bab XVII UU Nomor 17 Tahun 2013. Bab ini mencakup Pasal 60 sampai Pasal 82. Sampai padanan makna kata “membubarkan” bisa terjadi, langkah yang mutlak dijalankan pemerintah bertingkat-tingkat.
Sanksi dimaksud harus dimulai dari surat peringatan tertulis pertama, penghentian kegiatan, dan baru sampai pada makna “pembubaran”. Untuk organisasi kemasyarakatan tak berbadan hukum, upaya itu butuh pendapat dari Mahkamah Agung.
Adapun untuk yang berbadan hukum, sanksi terberat harus berdasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum pun, merujuk tiga peraturan perundangan di atas, tetap mensyaratkan langkah administratif dari level terendah.
Sampai di sini, sudah menjadi tugas warga negara yang kritis untuk bersama-sama mengawal setiap rencana langkah strategis pemerintah. Bagaimana pun, penegakan hukum tetap harus melalui proses dan prosedur yang benar, di luar segala pro dan kontra terkait subjek dan objeknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.