JAKARTA, KOMPAS.com - Hira, Yuni, dan Irna baru saja selesai evaluasi kecil-kecilan dari acara yang mereka laksanakan pada Minggu (7/7/2017) pagi hingga tengah hari, ketika Kompas.com tiba sekitar pukul 13.30 WIB.
Bersama mereka ada Uut dan Eti yang juga ikut serta "seru-seruan" bersama para bocah dengan aktivitas membaca.
Kakak-kakak ini adalah pegiat literasi di Taman Baca Ceria, atau Manca Ceria, sebuah komunitas baca yang menjadi salah satu pemenang Gramedia Reading Community Competition (GRCC) 2016.
Sejak sepuluh tahun lalu, tepatnya mulai 22 Juli 2007, Hira dan kakak-kakak Manca, panggilan akrab para pegiat literasi di Manca Ceria, sibuk dengan beragam aktivitas menumbuhkan budaya membaca di masyarakat.
Taman bacaan masyarakat (TBM) ini lokasinya tak terlalu jauh dari Ibu Kota, tepatnya, di Jalan Damar Raya, Kelurahan Jatibening Baru, Bekasi, Jawa Barat. Sebuah garasi milik pembina taman baca, Ari Astyawati, disulap menjadi ruang baca yang representatif.
Berawal dari keinginan Ari, seorang dosen di Politeknik LP3I Jakarta, agar buku-buku anaknya bisa dibaca juga oleh orang-orang sekitar, maka muncullah ide membuat TBM.
Bak gayung bersambut, Ari bertemu dengan Hira dan kawan-kawan yang memiliki minat sama pada buku. Mereka semua dari latar belakang profesi yang berbeda-beda, pendidikan, kesehatan, perbankan, bahkan ada pula ibu rumah tangga.
Namun, satu hal yang menyatukan mereka semua, yaitu semangat berbagi dan menumbuhkan minat baca di masyarakat. Setelah klop dan final membentuk TBM, akhirnya Manca Ceria berdiri.
Sasarannya adalah anak-anak usia prasekolah hingga menengah pertama, utamanya yaitu mereka yang memiliki keterbatasan akses terhadap buku-buku di luar buku paket.
Hira mengaku, memang tidak mudah mengenalkan buku ke anak-anak. Apalagi, lokasi TBM yang terletak di dalam perumahan, membuatnya sepi peminat pada awal berdiri.
Salah satu musababnya, di sekolah pada kompleks itu umumnya perpustakaannya sudah cukup lengkap. Hingga pada akhirnya, kakak-kakak di Manca Ceria punya ide untuk membuat taman bacaan keliling (Mancing Ceria).
Dengan berbekal post bag berisi buku-buku bacaan, mereka mengendarai motor menuju kampung-kampung di sekitar kompleks, masih di Kelurahan Jatibening Baru. Mereka semuanya adalah perempuan.
"Ternyata anak-anak itu enggak bisa kalau kita hanya buka taman baca lalu diam. Kami yang harus mendekati," kata Hira.
Sepertinya hal yang sepele mengajak anak-anak bermain. Namun, tak sembarang permainan yang mereka mainkan. Salah satunya adalah membaca dengan suara keras.
Ini menjadi salah satu sarana bukan hanya untuk menambah wawasan, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian anak.
Setelah berjalan mulai ramai dan menyelenggarakan banyak kegiatan, sekarang baik anak di luar kompleks maupun di dalam perumahan sering mengikuti kegiatan di taman bacaan. Mereka jadi saling mengenal satu sama lain bahkan dari berbagi kelas sosial.
Membangun mimpi
Satu aktivitas menarik lain yang ada di TBM ini yaitu program "Relawan Mengajar". Hira blak-blakan menyebut aktivitas ini terinspirasi dari gerakan "Indonesia Mengajar" yang dikembangkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Namun, dalam program ini relawan tidak dituntut menetap dalam jangka waktu lama. Meskipun demikian, aktivitas di dalamnya betul-betul menginspirasi. Karena apa pun kebisaan positif relawan, TBM dengan terbuka mempersilakan relawan untuk membaginya kepada anak-anak.
"Kami memfasilitasi orang-orang yang ingin berbuat baik tetapi tidak punya waktu banyak. Mungkin dalam setahun, dia bisa dua jam ingin berbagi, kami fasilitasi," tutur Ari.
Terbukti, relawan-relawan yang berbagi dengan anak-anak di TBM berasal dari berbagai jenis profesi dan status. Ada anak band, mahasiswa S2 yang sekolah di luar negeri, dosen, bahkan pilot.
Para relawan akan berbagi apa pun yang mereka bisa. Hira mencontohkan, salah satu pilot maskapai nasional yang ikut berbagi di TBM bercerita kepada anak-anak tentang pesawat, apa saja yang ada di dalam pesawat, siapa saja krunya, bagaimana dia menerbangkan pesawat, bahkan pendidikan yang harus dilalui untuk menjadi seorang pilot.
"Jadi, pas awalnya anak-anak ditanya siapa yang mau menjadi pilot, diam saja. Setelah mendengar cerita relawan tadi, kemudian ditanya siapa yang mau jadi pilot, mereka semua angkat tangan," kata Hira.
"Jadi, dari cerita-cerita ini mereka tahu bahwa profesi seperti ini bagaimana, tidak hanya mengawang-ngawang dari membaca buku," ucapnya.
Sementara itu Ari menambahkan, program ini membantu anak-anak membangun mimpi mereka. Ari menuturkan, anak-anak yang ada di luar perumahan rata-rata ialah mereka yang orangtuanya bermata-pencaharian sebagai tukang ojek, buruh cuci, atau asisten rumah tangga.
"Kalau anak-anak itu ditanya mau jadi apa besok? Ada lho yang jawab, jadi tukang cuci saja. Aku jadi pembantu saja. Aku jadi tukang ojek saja. Jadi kami miris, maksudnya untuk mempunyai cita-cita itu (kenapa) takut sekali," kata Ari.
Dengan adanya program "Relawan Mengajar" Ari berharap anak-anak menjadi tidak takut lagi untuk membangun mimpi. Sebab, relawan yang hadir bukan hanya dari orang-orang berkecukupan sejak kecil.
Seperti misalnya, salah seorang mahasiswa yang mendapat beasiswa S2 di Jepang. Mahasiswa tersebut datang dari keluarga yang tidak berada.
Semasa sekolah, mahasiswa tersebut nyambi berjualan nasi kuning buatan ibunya. Namun, karena semangat, ketekunan, dan banyak membaca buku akhirnya ia sukses mengubah kondisinya menjadi lebih baik.
Manca Ceria adalah pemenang ketiga GRCC 2016 untuk regional DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Lampung. Adapun juara pertama diraih oleh salah satu TBM di Garut, sedangkan juara kedua diraih oleh salah satu TBM di Tangerang.