Kelima, pembatasan iklan rokok.
Keenam, siaran lokal, dan ketujuh terkait proses pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP).
Ishadi menjelaskan, untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran, Indonesia memerlukan perencanaan rencana strategis penyiaran.
(Baca: Komisi I Pertanyakan Rekomendasi Perpanjangan Izin Penyiaran dari KPI)
Rencana strategis itu setidaknya mencakup ketersediaan spektrum frekuensi, penggunaan alokasi frekuensi dan wilayah siar, pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital, migrasi digital.
Kemudian, potensi perkembangan media penyiaran, pembangunan sarana dan prasarana penyiaran, pembangunan sumber daya penyiaran, perkembangan dan keberlangsungan industri penyiaran serta pemenuhan dan pemerataan informasi kepada masyarakat.
“Penyiaran digital yang diselenggarakan oleh beberapa penyelenggara penyiaran multipleksing memerlukan penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran. Dan ini juga merupakan antitesa dari monopoli (single multiplexer),” tutur Ishadi.
Selain itu menurut Ishadi, sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam kebijakan dan perizinan juga sangat diperlukan.
Sedangkan terkait perizinan, Ishadi mengusulkan mekanisme pembatalan harus melalui mekanisme dan prosedur yang ketat.
(Baca: KPI Berharap Penguatan Kewenangan di Revisi UU Penyiaran)
“Harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat apabila sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht," ucapnya.
"Pembatalan IPP melalui mekanisme peradilan akan memberi kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha dan perlindungan terhadap investasi yang telah dilakukan," tambahnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan