Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut ICJR, Pasal Penodaan Agama dalam Rancangan KUHP Sebaiknya Dihapus

Kompas.com - 05/05/2017, 12:34 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lenturnya rumusan delik dalam penodaan agama dinilai membuat pengadilan selalu gagal dalam menentukan batas tegas atas suatu pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai penodaan atau permusuhan terhadap agama tertentu.

Hal itu disampaikan Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) melalui keterangan tertulis , yang diterima Kompas.com, Jumat (5/5/2017).

Menurut ICJR, persoalan pasal-pasal penodaan agama bukan hanya terletak pada rumusannya, melainkan juga pada pelaksanaan dari aturan pidana tersebut.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ketentuan mengenai penodaan agama diatur dalam Pasal 156 a.

Ketentuan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1965, di mana Pasal 1 beleid tersebut menyebutkan dengan tegas, larangan mengusahakan dukungan umum dan untuk melakukan penafsiran terhadap sesuatu agama.

"Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia, atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu".

Sementara itu, dalam pembahasan Rancangan KUHP, ketentuan mengenai penodaan agama diatur dalam Pasal 348 hingga Pasal 350.

ICJR memandang, kebebasan berekspresi adalah “cornerstone” yang memungkinkan hak-hak lain dapat dinikmati dan dilindungi.

Oleh karena itu, kebebasan berekspresi harus dilindungi karena penting untuk pelaksanaan kebebasan beragama.

Jika orang tidak bebas untuk mewujudkan agama mereka, tidak ada hak untuk kebebasan berekspresi.

ICJR juga sepakat bahwa kebebasan berekspresi bukan tanpa batas.

Hal ini tercermin dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 ayat (3) ICCPR.

Pembatasan terhadap kebebasan berekspresi terutama dalam kebebasan beragama tetap harus diatur berdasarkan kerangka uji tiga rangkai.

Pertama, pembatasan dilakukan hanya untuk memenuhi tujuan yang sah.

Kedua, pembatasan tersebut harus dilakukan berdasarkan UU yang berlaku, yang ditetapkan secara demokratis.

Dan ketiga, pembatasan tersebut juga diperlukan dalam masyarakat yang demokratis.

Selain wajib memenuhi ketentuan–ketentuan pembatasan tersebut, perumusan ketentuan pidana harus memenuhi 3 prinsip penting yaitu lex scripta (harus dinyatakan secara tertulis), lex certa (dirumuskan dengan rinci), dan lex sctricta (tidak menimbulkan penafsiran lain).

"Dalam konteks tersebut, yang seharusnya dilindungi adalah hak masyarakat untuk menjalankan agama atau kepercayaannya berdasarkan pilihan hati nuraninya," demikian ICJR.

Oleh karena itu, dalam konteks kebebasan berekspresi, diatur kewajiban yang tegas.

Menurut ICJR, selain rumusan ketentuan penodaan agama yang kabur dan tidak mempunyai kejelasan tujuan, praktik penegakan hukum di Indonesia juga memiliki masalah tersendiri.

Dalam praktiknya, ketentuan penodaan agama justru menghambat pemeluk agama atau kepercayaan yang berbeda, terutama kalangan minoritas, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya tersebut.

ICJR menilai, dalam kasus–kasus penodaan agama, praktik pengadilan tidak bergerak dari asumsi dasar, bahwa ukuran benar atau tidak terjadinya penodaan agama dilihat dari tafsir organisasi keagamaan.

Oleh karena itu, ICJR mengusulkan agar pasal penodaan agama dalam Rancangan KUHP sebaiknya dihapus saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com