JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan bahwa proses pembentukan panitia khusus hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cacat hukum jika tetap dilaksanakan.
Terlebih, saat ini enam partai sudah menyatakan menolak hak angket tersebut.
Adapun ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menyatakan bahwa keanggotaan panitia angket terdiri atas semua unsur fraksi DPR.
Sehingga, 10 fraksi di DPR harus mengirimkan utusannya agar pansus dapat terbentuk.
"Kalau ada beberapa fraksi tidak menyetujui pansus, berarti pansus itu tidak sah, tidak boleh dibentuk. Kan ada struktur pansus itu, PDI-P berapa orang, PAN berapa orang," ujar Sekretaris Fraksi PAN di DPR Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/5/2017).
"Kalau itu tidak terpenuhi, maka dari sisi pembentukan (pansus) sudah cacat hukum," kata dia.
Hak angket tersebut juga disetujui lewat rapat paripurna DPR yang dianggap kontroversial dan cacat prosedural.
Yandri mengatakan, pihaknya akan meminta pimpinan DPR untuk menghentikan pembentukan pansus angket karena situasi tak kondusif. Fraksi-fraksi di DPR pun tak satu suara dalam menyikapinya.
"Di DPR saja sudah tidak kompak, di luar suara rakyat juga sudah sangat kuat untuk menolak. Nah ini lah telinga kita harus dipasang, terutama pimpinan DPR. Jangan nanti dipaksakan untuk membentuk pansus," tutur Anggota Komisi II DPR itu.
(Baca: PAN Tegaskan Tak Akan Kirim Perwakilan dalam Pansus Angket KPK)
Dengan perkembangan peta politik hak angket yang seperti saat ini, PAN juga akan berkomunikasi dengan fraksi-fraksi yang menolak hak angket serta Pimpinan DPR.
Hal itu dilakukan agar tindak lanjut hak angket KPK urung dilakukan.
"Sehingga nanti pimpinan DPR bisa mengambil kesimpulan memang tidak layak untuk diteruskan," tutur Yandri.