JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai hak angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bentuk premanisme politik.
Menurut Donal, hak angket tersebut terkesan digulirkan sepihak. Di saat perdebatan soal hak angket perlu atau tidak digunakan, pimpinan sidang paripurna DPR tiba-tiba saja mengetuk palu.
"Kemudian tiba-tiba orang sedang berdebat setuju atau tidak setuju hak angket, kemudian diketuk palu. Menurut saya itu premanisme secara politik yang punya tujuan untuk menghalang-halangi penyidikan," kata Donal.
Hal tersebut disampaikannya dalam jumpa pers di kantor ICW, di Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2017).
(Baca: Fahri Hamzah: Kenapa Saya Kritik KPK yang Marah LSM?)
Tak hanya itu, Donal menyebut ada juga premanisme dalam bentuk kekerasan terhadap KPK, yakni pada kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
"Upaya premanisme secara fisik terjadi, itu dilakukan kepada Novel Baswedan," ujar Donal.
Ia menduga kejadian yang dialami Novel ada kaitannya dengan kasus korupsi e-KTP. Menurut dia, ada upaya sistematis untuk menghalangi penyidikan KPK.
"Karena sekali lagi upaya menghalangi KPK dalam kasus e-KTP ini berjalan sistematis," ujar Donal.