Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusul Hak Angket KPK Dianggap Bisa Dijerat Pidana

Kompas.com - 02/05/2017, 20:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga atau orang yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya untuk menghalang-halangi proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dikenakan pidana.

Hal itu diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Demikian disampaikan Feri Amsari Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas dalam diskusi di Jakarta, Selasa (2/5/2017), menyikapi penggunaan hak angket DPR terhadap KPK.

DPR menyetujui penggunaan hak angket terhadap KPK menyikapi proses penyidikan dan persidangan kasus korupsi e-KTP.

Dalam Pasal 21 UU Tipikor disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun, dan atau dengan paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak Rp 600 juta.

"Kapan lagi kita bisa menggunakan pasal ini untuk dimanfaatkan kepada orang-orang yang mempermasalahkan KPK dengan menyalahgunakan kewenangannya?" kata Feri.

Feri menganggap pengusul hak angket DPR bisa saja dijerat pasal tersebut. (baca: Ini Daftar 26 Anggota DPR Pengusul Hak Angket KPK)

Ia menilai, agak sulit untuk memungkiri bahwa inisiatif hak angket tersebut tidak ditujukan untuk mengganggu proses penyidikan yang sedang ditangani KPK saat ini, terutama menyangkut dugaan korupsi e-KTP.

Sejumlah alasan yang disampaikan para pengusul dianggap hanya "topeng" untuk masuk ke penyidikan kasus e-KTP. Pasalnya, sejumlah anggota DPR disebut menerima aliran dana korupsi e-KTP.

"Apalagi ada unsur pimpinan yang dicurigai terlibat. Jadi, sebenarnya lebih tepat hak angket khusus e-KTP dengan topeng sprindik (Surat Perintah Penyidikan), dan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan)," kata Feri.

(Baca: Drama Rapat Paripurna DPR Loloskan Hak Angket KPK...)

Feri menganggap janggal tema hak angket yang digunakan. Biasanya, tema hak angket hanya satu tema, misalkan hak angket kasus Century, atau hak angket kasus BLBI.

"Ini, tiga tema sekaligus. (Kata pengusul) Kami hanya fokus ke LHP, sprindik yang bocor, plus kebetulan E-KTP. Saya curiga jangan-jangan masalah e-KTP yang menjadi fokus, apalagi ada unsur pimpinan yang dicurigai terlibat," kata dia.

Dalam Rapat Paripurna pada Jumat lalu, Taufiqulhadi selaku perwakilan pengusul menyampaikan sejumlah latar belakang pengusulan hak angket itu.

(baca: Mahfud MD Minta KPK Tak Gubris Hak Angket DPR)

Salah satunya terkait tata kelola anggaran, misalnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK Tahun 2015 tercatat 7 indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Selain itu, terkait tata kelola dokumentasi dalam proses hukum penindakan dugaan kasus korupsi, yakni terjadinya "kebocoran" dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan surat cegah tangkal (cekal), serta beberapa temuan lainnya yang akan didalami dalam pelaksanaan hak angket nanti.

 

Catatan redaksi:

Berita ini sudah diedit karena kesalahan nama narasumber. Sebelumnya, dalam berita ini dituliskan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Mohon maaf atas kesalahan penulisan.

Kompas TV Polemik hak angket terkait kasus korupsi KTP elektronik hari ini (28/4) akan digulirkan dalam rapat paripurna DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com