Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada DKI Dikhawatirkan Timbulkan Intoleransi di Lingkungan Sekolah

Kompas.com - 02/05/2017, 14:21 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu agama yang diangkat dalam pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta dikhawatirkan guru dan orangtua bisa berdampak kepada para siswa. Mereka tidak ingin perpecahan yang terjadi saat tahun 1998 kembali terulang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kemendikbud, ada potensi intoleransi terjadi di sekolah karena ada 8,2 persen yang menolak Ketua OSIS dengan agama yang berbeda. Selain itu, ada pula 23 persen yang merasa nyaman dipimpin oleh seseorang yang satu agama.

Meski demikian, mayoritas masih menjunjung tinggi nilai toleransi dengan menghargai adanya perbedaan agama maupun etnis di lingkungan sekolah.

"Pilkada DKI Jakarta ini, satu momentum, yang imbasnya ke mana-mana," kata Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo dalam sebuah diskusi peringatan Hari Pendidikan Nasional yang digelar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, di Jakarta, Selasa (2/5/2017).

Henny mengatakan, beberapa pekan lalu ia sempat berkunjung ke sebuah agenda dengan guru-guru dan orangtua murid di Bandung. Di sana, kata Henny, beberapa orangtua mengatakan kondisi politik hampir serupa dengan kejadian tahun 1998.

(Baca: Asal Muasal Penelitian Kemendikbud dan Temuan Sikap Intoleransi di Sekolah...)

"Mereka terbuka mengatakan bahwa mereka korban '98. Mereka bilang bisa melewati itu semua, tetapi tidak bisa membayangkan bagaimana dengan anak-anaknya," kata Henny.

Politik praktis tidak secara langsung mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Namun, lanjut Henny, hal itu berdampak terhadap kemerdekaan berpikir anak-anak.

Henny juga menyampaikan, beberapa waktu lalu ia mendapatkan laporan penelitian dari Kemendikbud di sekolah-sekolah di Singkawang dan Salatiga mengenai toleransi, kesetaraan dan kerja sama.

"Ada keengganan anak dipimpin ketua OSIS yang berbeda agama," kata Henny.

Hasil penelitian Kemendikbud

Pernyataan Henny soal potret intoleransi seperti itu berkaca pada hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengambangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada bulan Juli-September 2016.

Penelitian mengambil sampel di dua sekolah di Singkawang dan dua sekolah di Salatiga. Total responden yang dilibatkan mencapai 160 orang yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, hingga akademisi.

Penelitian dilakukan secara kualitatif melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara, pengisian kuesioner, observasi, dan focus group discussion (FGD).

Hasilnya, mayoritas lingkungan pendidikan di kedua wilayah itu cukup toleran terhadap perbedaan.

(Baca: Siapa yang Diuntungkan dari Isu Intoleransi pada Pilkada DKI?)

Hal ini ditunjukan pada jawaban atas pertanyaan seperti memberikan ucapan selamat hari raya kepada teman sekolah yang berbeda agama. Sebanyak 57,5 persen sangat setuju; 30,6 persen setuju; 10 persen ragu-ragu; 1,3 persen tidak setuju; dan 0,6 persen sangat tidak setuju.

Pertanyaan lainnya seperti OSIS sebaiknya diketuai siswa dari agama mayoritas, sebagian besar menjawab tidak setuju. Rinciannya, 36,3 persen sangat tidak setuju; 42,5 persen tidak setuju; 13,1 persen ragu-ragu; 6,3 persen setuju; 1,9 persen sangat setuju.

Selain itu, pertanyaan seperti kenyamanan dipimpin oleh seseorang dengan agama yang sama dijawab tidak setuju oleh mayoritas responden. Rinciannya yakni 16,8 persen sangat tidak setuju dan 34,8 persen tidak setuju. Sementara 19,3 persen setuju dan 3,7 persen sangat tidak setuju. Sebanyak 25,5 persen mengaku ragu-ragu.

Ada tujuh pertanyaan yang ditanyakan kepada responden terkait dengan nilai kebinekaan yang mereka anut. Hasilnya, memang menunjukkan masyarakat di Singkawang dan Salatiga cukup toleran.

Namun, penelitian ini memotret masih adanya benih-benih intoleransi di lingkungan pendidikan yang perlu diatasi dengan pendidikan kebinekaan.

Benih-benih intoleransi itu tampak pada masih adanya siswa maupun guru yang menganggap Ketua OSIS harus dari agama mayoritas, pemimpin harus yang seagama, memilih teman yang seagama atau pun satu etnis, hingga tidak mengucapkan selamat hari raya kepada orang yang berbeda agama.

Penelitian itu mengungkapkan benih intoleransi ini muncul karena berbagai faktor seperti tingkat pemahaman akan nilai kebangsaan yang sempit di sekolah, penanaman nilai agama yang eksklusif, hingga faktor keluarga yang masih kuat ikatan primordialnya.

Catatan Redaksi:
Tulisan ini sudah diperbarui dengan menambah data dari Kemendikbud soal potret keberagaman di tingkat sekolah. Penyajian data ini dimaksudkan agar pembaca mendapat gambaran yang lebih menyeluruh.

Judul berita ini juga diubah dari yang sebelumnya "Intoleransi terjadi di Sekolah, Siswa Tolak Ketua OSIS Beda Agama" menjadi "Pilkada DKI Dikhawatirkan Timbulkan Intoleransi di Lingkungan Sekolah"

Kompas TV Tanamkan Jiwa Keragaman dan Toleransi Lewat Lomba Vlog
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Nasional
KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

Nasional
PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

Nasional
Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Nasional
AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward” Pilkada di Depan Mata

AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward” Pilkada di Depan Mata

Nasional
Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Nasional
Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Nasional
Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

Nasional
Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Nasional
Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Nasional
Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Nasional
Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Anies: Tanpa Melupakan Catatan di MK

Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Anies: Tanpa Melupakan Catatan di MK

Nasional
Jokowi Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden-Wapres Terpilih

Jokowi Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com