Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/04/2017, 15:05 WIB
|
EditorInggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) memberikan bukti tambahan kepada Komisi Yudisial (KY) terkait laporannya mengenai pelantikan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pimpinan DPD dilantik oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suwardi beberapa waktu lalu.

Pada Selasa (11/4/2017) lalu, PBHI memasukkan laporan awal dugaan pelanggaran kode etik hakim yang dilakukan Suwardi.

Ketua PBHI Totok Yulianto mengatakan, bukti tambahan diberikan untuk membantu KY dalam melakukan analisa ada atau tidaknya pelanggaran kode etik hakim.

"Ada beberapa hal terkait fakta-fakta proses pemilihan Ketua DPD yang harus dipertimbangkan Wakil Ketua ketika penuntunan sumpah Ketua DPD," kata Totok di Gedung KY, Jakarta, Jumat (28/4/2017). 

Menurut Totok, singkatnya waktu pemilihan pimpinan DPD dan pelantikan merupakan keganjilan.

(Baca: Perludem: DPD Dikhawatirkan Akan Jadi Corong Suara Parpol)

Selain itu, ada pertemuan tertutup antara Suwardi dengan anggota DPD Gede Pasek Suardika dan Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto sebelum pelantikan.

"Proses penuntunan sumpah ada intervensi sehingga memengaruhi political will dari MA," ujar Totok.

Sementara itu, Koordinator Program PBHI Julius Ibrani mengatakan, pelantikan pimpinan DPD penuh dengan kejanggalan. 

Ia mempertanyakan dasar hukum pelantikan pimpinan DPD yang tidak sesuai dengan putusan MA.

"Jubir MA bilang dasar hukum sudah diperiksa, sudah sesuai. Dokumen itu tidak mengindahkan putusan MA. Kemudian transkrip dari hasil percakapan di paripurna selama proses pemilihan dan pelantikan," kata Julius.

Julius beharap, KY dapat mempertimbangkan semua bukti untuk memutuskan ada tidaknya pelanggaran kode etik.

Menanggapi pelaporan tersebut, Ketua Bidang Pengawas dan Investigasi Hakim KY Jaja Ahmad  Jayus mengatakan, laporan pertama PBHI telah diproses dan akan dibawa ke rapat panel.

Dalam waktu dekat, KY akan memberikan pandangannya.

"Mudah-mudahan dalam waktu cepat agar clear bagaimana pandangan KY terhadap laporan," kata Jaja.

Kompas TV Dualisme Kepemimpinan DPD Belum Berakhir

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 11 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
BERITA FOTO: Megawati Ingin Ganjar Ditampilkan Otentik, Sosok Dekat dengan Rakyat

BERITA FOTO: Megawati Ingin Ganjar Ditampilkan Otentik, Sosok Dekat dengan Rakyat

Nasional
BERITA FOTO: Puan Bacakan Hasil Rakernas PDI-P, Menangkan Ganjar Sebagai Presiden di 2024

BERITA FOTO: Puan Bacakan Hasil Rakernas PDI-P, Menangkan Ganjar Sebagai Presiden di 2024

Nasional
BERITA FOTO: Puan Bocorkan Strategi Kampanye PDI-P di Pemilu 2024

BERITA FOTO: Puan Bocorkan Strategi Kampanye PDI-P di Pemilu 2024

Nasional
RUU Kesehatan Dikhawatirkan Tak Dapat Perhatian Penuh karena Kesibukan Pemilu 2024

RUU Kesehatan Dikhawatirkan Tak Dapat Perhatian Penuh karena Kesibukan Pemilu 2024

Nasional
Penyidik Polri Bantah Terima Suap Atas Perkara yang Dikondisikan AKBP Bambang Kayun

Penyidik Polri Bantah Terima Suap Atas Perkara yang Dikondisikan AKBP Bambang Kayun

Nasional
RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Nasional
RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

Nasional
Megawati Minta Kader PDI-P Citrakan Ganjar Menyatu dengan Rakyat

Megawati Minta Kader PDI-P Citrakan Ganjar Menyatu dengan Rakyat

Nasional
Wapres Enggan Komentari Penolakan Proposal Prabowo Soal Perdamaian Rusia-Ukraina

Wapres Enggan Komentari Penolakan Proposal Prabowo Soal Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Respons Kepala Bappenas, Wapres Yakin Prevalensi Stunting Turun 2024

Respons Kepala Bappenas, Wapres Yakin Prevalensi Stunting Turun 2024

Nasional
Calon Investor IKN Dijanjikan 'Tax Holiday' Lebihi Rata-rata Demi Tarik Investasi

Calon Investor IKN Dijanjikan "Tax Holiday" Lebihi Rata-rata Demi Tarik Investasi

Nasional
Peredaran Oli Palsu di Jatim Terungkap, Omzet Pelaku Rp 20 M Per Bulan

Peredaran Oli Palsu di Jatim Terungkap, Omzet Pelaku Rp 20 M Per Bulan

Nasional
PKS Anggap Wajar Ada Partai yang Ngotot Kadernya Harus Jadi Cawapres Anies, tapi...

PKS Anggap Wajar Ada Partai yang Ngotot Kadernya Harus Jadi Cawapres Anies, tapi...

Nasional
Megawati: yang Tidak Mengakui Pancasila Jangan Hidup di Indonesia

Megawati: yang Tidak Mengakui Pancasila Jangan Hidup di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com