JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menimbulkan konflik antara kalangan nelayan dan aparat penegak hukum.
Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan itu, nelayan dilarang menggunakan cantrang dalam menangkap ikan. Sebagai gantinya, KKP membagikan alat penangkap ikan pengganti cantrang yang dianggap lebih ramah lingkungan.
Namun persoalannya, dua tahun sudah kebijakan itu berjalan, KKP belum optimal dalam hal pembagian alat penangkap ikan pengganti cantrang.
Data dari Kantor Staf Kepresidenan mencatat, hingga April 2017, baru sebanyak 605 nelayan dan 3 koperasi nelayan di seluruh Indonesia yang sudah mendapatkan alat penangkap ikan yang diperbolehkan KKP.
"Masih di bawah 10 persen dari total nelayan di Indonesia yang dibagikan," ujar Kepala KSP Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
(Baca: Istana Akui Ada Kebijakan Menteri Susi Timbulkan Konflik di Nelayan)
Karena terdesak kebutuhan ekonomi, mereka pun nekat melaut menggunakan alat penangkap yang lama.
Di sisi lain, aparat penegak hukum di laut sudah mulai melaksanakan tugasnya. Alhasil, terjadilah ketidakadilan. Nelayan belum mendapat haknya, namun aparat sudah menangkapnya.
Teten berharap KKP segera menyelesaikan pembagian pengganti cantrang demi kesejahteraan nelayan di Indonesia.
"Memang harus segera dipercepat pembagian pengganti cantrang. Supaya para nelayan bisa segera melaut karena kan mereka terdesak kebutuhan ekonomi," ujar Teten.
Nelayan "mati"
Tenaga Ahli Kedeputian V KSP Riza Damanik mengatakan, kondisi itu membuat aktivitas para nelayan, khususnya di Pantai Utara Jawa Tengah, 'mati'.
"Bayangkan saja, produksi perikanan tangkap di Pantura berjumlah 309.861,2 ton dan 42 persen di antaranya dihasilkan oleh alat tangkap cantrang," ujar Riza kepada Kompas.com, Rabu (26/4/2017).
(Baca: Muhaimin Minta KKP Buat Kebijakan yang Untungkan Nelayan)
Adapun, nilai produksi perikanan tangkap di Pantura berjumlah Rp 6.025.400.410.000 per tahun dan 40,89 persen di antaranya dihasilkan dari alat tangkap cantrang.
Sejak kebijakan pelarangan cantran dikeluarkan, angka itu pun menurun drastis.
Nelayan lapor komnas HAM
Para nelayan yang mengatasnamakan Front Nelayan Indonesia dan Divisi Advokaso Buruh dan Nelayan MPM pada Rabu, melaporkan kebijakan Susi itu ke Komisi Nasional HAM.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Kompas.com, Komnas HAM menyambut positif laporan para nelayan itu.
(Baca: Pasca-penangkapan 6 Rekannya, Ratusan Nelayan Jual "Boat" Milik Mereka)
Pertama, Komnas HAM akan meninjau lokasi kerja para nelayan dalam rangka mengumpulkan data soal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan KKP.
Kedua, Komnas HAM akan menggelar kajian khusus melalui forum grup diskusi tentang peraturan menteri Susi itu.
Ketiga, Komnas HAM menyatakan selalu berpihak kepada nelayan. Terakhir, Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi pada peripde Juni-Juli 2017 mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.