Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Korupsi BLBI, Jokowi Minta Bedakan Kebijakan dengan Pelaksanaan

Kompas.com - 26/04/2017, 13:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo merespons perihal perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Jokowi, terkait kasus tersebut, harus dibedakan antara kebijakan BLBI dengan korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

"Paling penting, bedakan mana kebijakan, mana pelaksanaan," ujar Jokowi di JCC, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).

Kebijakan yang dimaksud, misalnya keputusan presiden, peraturan presiden dan instruksi presiden. Kebijakan, menurut Jokowi, dikeluarkan untuk mencari solusi dari suatu permasalahan.

"Kebijakan itu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada," ujar Jokowi.

Tapi, pelaksanaan kebijakan tersebut bisa saja melenceng dari tujuan kebijakan. Bahkan, bisa jadi pelaksanaannya melanggar hukum.

"Pelaksanannya itu wilayahnya beda lagi," ujar Jokowi.

Jokowi enggan merinci apa maksud pernyataannya tersebut. Dia mengatakan, perkara tersebut merupakan wewenang KPK.

"Silakan tanyakan detail ke KPK," ujar Jokowi.

Perkara korupsi BLBI berawal dari dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 oleh Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.

Berdasarkan Inpres itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada penerima (obligor) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

(Baca juga: KPK Belum Lihat Instruksi Megawati terkait BLBI Langgar Hukum)

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan, sebelum SKL diterbitkan, Kepala BPPN saat itu, Syafrudin Tumenggung, meminta Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) mengurangi nilai yang harus dikembalikan obligor.

Hasilnya, kewajiban obligor yang tadinya senilai Rp 4,8 triliun berkurang menjadi Rp 1,1 triliun saja. Sementara itu, nilai Rp 3,7 triliun sisanya tidak dibahas dalam proses restrukturisasi.

"Sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor setidaknya Rp 3,7 triliun yang masih belum ditagihkan," ujar Basaria di Gedung KPK, Selasa (25/4/2017).

Meski tagihan kurang, Syafrudin tetap mengeluarkan SKL bagi obligor bernama Sjamsul Nursalim pada 2004. KPK menduga kuat ada tindak pidana dalam proses penerbitan SKL tersebut.

(Baca: Kronologi Timbulnya Kerugian Negara dalam Kasus Penerbitan SKL BLBI)

Selasa kemarin, KPK menetapkan Syafrudin Tumenggung sebagai tersangka perkara korupsi BLBI.

(Baca: Kasus SKL BLBI, KPK Tetapkan Mantan Kepala BPPN sebagai Tersangka)

Kompas TV KPK Tetapkan Syafruddin Jadi Tersangka Kasus BLBI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com