Namun, Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, turunnya elektabilitas tersebut bisa jadi hanya di Jakarta. Tak berlaku untuk skala nasional.
Ia menambahkan, bukan hanya kali ini Ketua Umum Partai Golkar tersangkut persoalan.
Ketua umum sebelum Novanto, Aburizal Bakrie pernah diterpa kasus lumpur Lapindo. Bahkan, Akbar Tandjung yang juga sempat memimpin Golkar, pernah dipenjara.
Hendri mengatakan, setidaknya Golkar mendapat capaian baik di pemilu 2004, 2009 dan 2014.
"2004 paling baik," ucap Hendri saat dihubungi, Selasa.
Dikutip dari Buku "Kompaspedia: Partai Politik Indonesia 1999-2019", data menunjukkan bahwa Golkar meraih peringkat pertama pada Pileg 2004 dengan 24,48 juta suara dan 127 kursi di parlemen.
Sedangkan pada 2009, meski perolehan suara turun namun Golkar bertengger di posisi kedua dengan 15,037 juta suara dan 107 kursi di parlemen.
Adapun pada 2014 lalu, Golkar masih berada di peringkat kedua dengan 118, 43 juta suara dan 91 kursi di parlemen.
Perolehan suara Golkar cukup stabil meski pimpinan tertinggi partai didera masalah.
Hendri menilai, para pemilih Golkar cenderung sudah mengakar.
(Baca: Jika Novanto Tak Bijak, Nasib Golkar Diyakini Bakal seperti Demokrat)
"Selama loyalisnya masih ada di dunia ini, Golkar akan segitu. Karena curiganya pemilih setia Golkar adalah warga-warga senior Indonesia yang memang sudah loyal," tutur dia.
Namun, poin tersebut sekaligus bisa menjadi kerugian bagi partai. Sebab, Golkar dianggap belum banyak berupaya untuk mendapatkan suara dari kaum muda.
Sehingga suaranya akan stagnan bahkan berpotensi semakin menurun. Golkar juga dinilai tak punya program yang kuat untuk menggaet anak muda.
Bahkan, mayoritas pengurus justru terlihat lebih memedulikan kepentingan pribadi masing-masing.