Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/04/2017, 20:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki hak menolak membuka keterangan atau kesaksian dalam sejumlah kasus, termasuk kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik seperti yang diminta Komisi III DPR, jika dinilai dapat menghambat proses penegakan hukum.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 17 Huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pasal 17 UU KIP berada dalam Bab V tentang Informasi yang Dikecualikan.

UU KIP mengatur, informasi boleh tidak dibuka kepada publik apabila informasi itu dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional; membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya dan/atau; membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

Anggota Komisi Informasi Pusat, Abdulhamid Dipopramono, di Jakarta, Senin (24/4), mengatakan, Pasal 17 Huruf a UU KIP memberikan hak kepada penegak hukum, tidak hanya KPK, tetapi juga Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara RI, untuk tidak mengungkapkan apa pun kepada publik apabila dinilai informasi itu dapat menghambat proses penegakan hukum.

"Berdasarkan pasal itu, KPK punya hak untuk menolak mengungkapkan keterangan atau kesaksian apa pun di depan DPR. DPR di satu sisi juga tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada penegak hukum karena sebagai suatu lembaga politik, DPR harus menghargai proses penegakan hukum yang dijalankan oleh KPK," tutur Abdulhamid.

Intervensi

Poin penting dari Pasal 17 Huruf a UU KIP, menurut Abdulhamid, adalah perlindungan negara kepada penegak hukum dalam menjalankan tugasnya karena penegakan hukum tidak boleh diintervensi. Jika DPR memaksakan kehendak, berarti telah melanggar UU KIP.

"Jadi, sikap KPK untuk menolak pemberian informasi proses penegakan hukum seperti yang diminta oleh DPR adalah sikap yang benar," ujarnya.

Pekan lalu, wacana pengajuan hak angket oleh Komisi III DPR mencuat. Hak angket diajukan agar KPK membuka rekaman saat Miryam menyebutkan sejumlah anggota DPR yang menekan dirinya mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) di KPK (Kompas, 21/4).

(Baca juga: Hak Angket untuk Lemahkan KPK)

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah mengatakan, penuntasan kasus KTP elektronik bisa terhambat kalau terus ditarik ke wilayah politik. "KPK sudah menyampaikan sikap tersebut secara terang dan tegas," kata Febri.

Secara terpisah, anggota Komisi III Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR, Arsul Sani, mengatakan, pengajuan hak angket semata-mata untuk memperbaiki tata kelola KPK. "Lihatlah seperti angket kasus Century yang menyasar Bank Indonesia," lanjutnya.

Namun, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, menilai materi yang dijadikan dasar angket mengada-ada. "Soal materi audit BPK, misalnya. Ada ruang penyelesaian pelanggaran secara administratif," ucapnya.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang menilai, DPR menggunakan hak angket justru dipakai untuk menyelamatkan kolega yang diduga terlibat kasus korupsi. (REK/APA)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 April 2017, di halaman 5 dengan judul "KPK Punya Hak Tolak".

Kompas TV Kasus korupsi megaproyek KTP elektronik yang menyeret sejumlah petinggi dan anggota DPR memunculkan usulan hak angket DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com