Pilkada DKI Jakarta putaran kedua baru saja berakhir. Meski hasil akhir belum diketahui, dari hasil quick count terlihat bahwa pasangan Anies-Sandiaga unggul dalam perhitungan suara.
Meski kalah, pendukung pasangan Basuki-Djarot sudah semestinya tidak mengutuk keras hasil perhitungan sementara ini, karena dibutuhkan kerja sama dari seluruh pihak untuk membawa Jakarta menjadi lebih baik, bukan dengan perpecahan.
Imbauan ini menjadi salah satu headline yang menghiasi Kompasiana hari ini. Selain itu ada juga beberapa artikel lain yang sangat sayang untuk dilewatkan. Simak selengkapnya rangkuman artikel pilihan yang menjadi headline Kompasiana hari ini:
1. Kecewa Ahok Kalah, Janganlah Kutuk Jakarta
Melihat hasil quick count yang menunjukkan keunggulan pasangan Anies-Sandiaga, penulis artikel ini melihat ada sebuah tren negatif yang terjadi di media sosial.
Para pendukung Ahok melampiaskan kekesalan dengan mengamini agar Jakarta kembali banjir, kumuh, kotor, penuh korupsi dan lain sebagaianya. Mereka mengutuk seperti ini apabila Ahok bukan gubernurnya.
Namun hal ini sebenarnya sangat tidak boleh dilakukan. Pasalnya, setiap gubernur memiliki karakteristik dan kebijakan masing-masing untuk membawa Jakarta lebih baik. Ahok dan Anies pun begitu, karakteristik dan kebijakan mereka berbeda.
Seharusnya siapa pun gubernurnya, kita doakan dan aminkan bahwa Jakarta aman tenteram, sungai-sungai bersih dari sampah, ruang-ruang rapat pejabat bersih dari korupsi dan suap, ruang-ruang publik tertata dan bebas dari maksiat maupun narkoba.
2. Kasihan Petani, Produksi Melimpah, Harga Cabai Terjun Bebas
Harga cabai menjadi topik yang booming beberapa waktu lalu. Melonjaknya harga komoditas ini membuat para petani ramai-ramai menanam demi mengeruk keuntungan. Prinsip "latah" ini ternyata malah merugikan para petani.
Ini tentu menjadi layaknya buah simalakama bati para penyuluh pertanian. Di satu sisi mereka dituntut untuk membina para petani agar dapat meningkatkan produksi.
Tapi di sisi lain ketika terjadi over product, ini malah merugikan banyak petani. Meski demikian, ada sebuah langkah antisipatif yang bisa dilakukan untuk mencegah kerugian lebih besar yang dialami petani.
3. Kegemaran Masyarakat Kita Melarang dan Melanggar
"Dilarang kencing di sini," atau "dilarang buang sampah di sini," adalah tulisan-tulisan yang sangat sering kita temui. Bahkan tidak jarang ada kalimat larangan yang menyamakan kita dengan binatang jika melanggar larangan tersebut.
Mengapa bisa terjadi? Karena memang budaya kita masih terbiasa untuk melanggar peraturan. Padahal tanpa ada larangan pun sudah seharusnya kita tahu tidak boleh kencing dan buang sampah sembarangan.
Lantas apa dengan adanya larangan tersebut publik menjadi tertib? Ternyata tidak juga. Karena masyarakat Indonesia memang gemar melarang sekaligus melanggar.
4. Mengawal dan Menuntut Janji Anies-Sandi
Pasangan Anies-Sandi hampir bisa dipastikan akan memenangkan Pilkada Jakarta. Sebuah Pilkada yang tergolong sangat mahal bila mencermati keterlibatan masyarakat Jakarta, bahkan termasuk dari daerah lainnya.
Bagi masyarakat Jakarta terkait kepemimpinan Anies-Sandi sudah pasti perlu pengawalan dan tuntutan pada janji-janji selama kampanye.
Dari rentetan rekam jejak buram kasus para pemimpin di negeri ini, sudah saatnya masyarakat mengubah cara pandang dalam menyikapi kepemimpinan.
Rakyat sudah saatnya menjadi subyek kepemimpinan; berperan aktif, progresif serta kritis pada seluruh proses kepemimpinan bila berharap ada perubahan penting setiap pemilihan pemimpin.
5. Polah Pengantar Jenazah yang Kerap Memicu Resah
Di Indonesia kita seringkali berjumpa dengan iring-iringan jenazah. Ketika ada orang meninggal dunia para pelawat atau pelayat dan keluarga terdekat turut mengantar jenazah hingga ke liang peristirahatan terakhirnya. Konvoi ini tentu tidak terjadi sekali, tapi sering terjadi.
Tidak jarang mereka bertingkah meresahkan lalu lintas jalan raya. Paling menarik perhatian dari prosesi mengantar jenazah ialah sikap iring-iringannya yang kurang menjaga sikap terpuji. Bahkan mereka kerap memertontonkan arogansi di khalayak ramai.
Tidak jarang mereka ugal-ugalan, tidak mengenakan helm serta menggoyang-goyangkan tongkat demi memecah kemacetan. Memang benar jenazah harus segera dikubur ke liang lahat tapi bukan berarti kita harus melanggar banyak peraturan lalu lintas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.