JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti peristiwa penembakan polisi terhadap satu keluarga di dalam mobil di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, beberapa waktu lalu.
Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan, dalih polisi terhadap peristiwa itu tidak bisa dibenarkan. Pihak polisi mengatakan, penembakan diawali karena mobil terus melaju. Bahkan meski sudah dilepaskan tembakan peringatan.
"Dalih adanya tembakan peringatan, namun mobil tetap terus melaju dan menghindar patroli kepolisian, yang diikuti dengan pemberondongan mobil menggunakan senjata api polisi tidak dapat dibenarkan," ujar Yati melalui siaran pers, Kamis (20/4/2017).
(Baca: Lakukan Penembakan, Polisi Mengira Mobil Berisi Satu Keluarga Pelaku Kejahatan)
Yati melihat tidak ada kondisi yang mengharuskan polisi melepaskan tembakan ke arah mobil. Bahkan tidak ada seorangpun di antara penumpang yang diketahui membawa senjata api atau tersangka kejahatan target polisi.
"Artinya apa? Ada penggunaan instrumen hukum yang dipakai secara sewenang-wenang. Apalagi Polres Lubuklinggau lebih memilih untuk merespons terburu-buru yakni dengan menembak serampangan, dibanding mengupayakan tindakan pencegahan yang dapat mengurangi kerugian atau dampak lebih fatal," ujar Yati.
Aksi brutal yang dilakukan Polres Lubuklinggau itu melanggar banyak peraturan.
Beberapa di antaranya Pasal 2 Ayat (2) huruf a dan Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian serta Pasal 49 (1) huruf d Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
(Baca: Penembakan Mobil, Brigadir K dan Korban Tewas Ada Hubungan Keluarga)
Atas dasar itu, Kontras mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk bertanggung jawab atas peristiwa penembakan brutal ini dengan melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota Polres Lubuklinggau yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban.
Selain itu, Tito juga harus memastikan dilakukannya evaluasi dan audit berkala terkait penggunaan senjata api oleh anggota-anggotanya di lapangan yang seringkali melakukan proses hukum secara sewenang-wenang.
"Kapolri juga harus memastikan bahwa tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri," ujar Yati.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.