Benny K. Harman kemudian kembali mempertanyakan hal tersebut.
"Posisi kasus SP2 ini seperti apa? Kalau bisa disebutkan siapa orang ini, jangan sembunyi-sembunyi. Tanggal sekian ada laporan, berkaitan dengan apa, oleh siapa, maka pimpinan KPK rapat, terbit SP2. Ada sesuatu yang takut dibuka?" ujarnya.
(Baca: Penyidik KPK Novel Baswedan Tak Ingin Tanggapi soal SP2)
Pimpinan KPK kemudian berdiskusi singkat di tengah-tengah rapat. Hingga kemudian Ketua KPK Agus Rahardjo angkat bicara.
Menurut Agus, sebelum memutuskan mencabut SP2 tersebut, KPK punya dua opsi yakni mencabut atau melakukan pemeriksaan ulang dengan lebih luas.
Implikasi pemeriksaan ulang tersebut, kata Agus, bisa kembali dikeluarkan SP2, SP1 atau peringatan yang lebih kuat intensitasnya.
Pada saat penerbitan SP2, ada sejumlah informasi yang belum masuk ke Pimpinan KPK.
"Sekarang pemeriksaan itu sedang berjalan dan implikasinya akan bisa tetap, bisa lebih berat atau bisa lebih ringan. Jadi belum selesai sama sekali," tutur Agus.
(Baca: KPK Benarkan Novel Baswedan Dapat SP2)
Setiap penanganan kasus, lanjut dia, dilakukan secara berjenjang mulai dari pengaduan masyarakat hingga Pimpinan KPK.
Tak hanya persetujuan. Bahkan, gelar perkara dilakukan dengan kehadiran lima pimpinan KPK. Ia pun menegaskan proses tersebut tak memengaruhi penegakan hukum.
"Proses pengambilan keputusan di dalam selalu ada check and balance yang sangat ketat. Jadi sama sekali tidak memengaruhi langkah-langkah kami dalam melakukan penegakan hukum," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Novel mendapat SP2 dari Pimpinan KPK. SP2 itu terbit karena Novel mewakil Wadah Pegawai KPK mengeluarkan surat keberatan kepada pimpinan KPK. Surat keberatan itu terkait rencana pengangkatan ketua satuan tugas (Kasatgas) KPK dari luar KPK.
Wadah Pegawai merasa keberatan jika jabatan Kasatgas diisi langsung oleh anggota Polri yang belum pernah bertugas di KPK.
Menurut Agus beberapa waktu lalu, penerbitan SP2 tersebut berkaitan dengan pelanggaran etika dalam menyampaikan surat keberatan. Agus menilai, surat keberatan tersebut terlalu berlebihan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.