Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah Nilai Imigrasi Harus Kirim Surat Cegah Novanto ke DPR

Kompas.com - 13/04/2017, 19:23 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM semestinya mengirimkan surat pencegahan Setya Novanto ke DPR.

Sebab, saat ini Novanto berstatus sebagai pimpinan lembaga tinggi negara, yakni selaku Ketua DPR.

Menurut Fahri, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), pimpinan DPR memiliki hak imunitas yang harus dihormati lembaga penegak hukum.

"Masa bisa pencekalan (pencegahan) hanya berdasarkan konferensi pers. Sekarang mana surat pencekalannya dari Imigrasi," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/4/2017).

"Harusnya Ditjen Imigrasi kirim surat pencekalannya ke DPR. Karena Pak Novanto ini ketua lembaga tinggi negara," ujar dia.

Fahri Hamzah menambahkan, kewenangan pencegahan itu tidak bersifat individual, tetapi berdasarkan sistem. Dengan tak adanya surat pencegahan yang dikirim ke DPR, Fahri menilai Ditjen Imigrasi tidak mengindahkan etika kelembagaan.

"Jadi ini saja suratnya belum dikirim ke DPR. Ini kan Pak Novanto Ketua DPR, pimpinan lembaga tinggi negara," kata Setya Novanto.

Sebelumnya, Fahri menilai pencegahan Ketua DPR Setya Novanto ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi melanggar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-IX/2011.

(Baca: Menurut Fahri, Pencegahan Novanto ke Luar Negeri Langgar Putusan MK)

Putusan tersebut membatalkan Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang memperbolehkan penegak hukum meminta pencegahan kepada Ditjen Imigrasi untuk mencegah seseorang ke luar negeri meski masih dalam proses penyelidikan.

Namun, pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengoreksi pendapat tersebut.

Yusril menyatakan permintaan pencegahan seorang saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) diberikan oleh undang-undang yang ikut dibuat oleh DPR dengan Presiden yang tercantum pada pasal 13 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan, pasal pencegahan seorang saksi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 memang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui amar putusan Nomor nomor 64/PUU-IX/2011. Dengan demikian, hanya orang yang berstatus tersangka saja yang baru bisa dicekal.

"Masalahnya, Undang-undang KPK yang membolehkan mencekal saksi, masih berlaku dan belum pernah diubah atau dibatalkan oleh MK," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (12/4/2017).

(Baca: Yusril Ungkap Celah Hukum dalam Pencegahan Setya Novanto)

Kompas TV DPR Minta Pencekalan Setnov Dicabut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com