Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Ungkap Celah Hukum dalam Pencegahan Setya Novanto

Kompas.com - 12/04/2017, 20:08 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengoreksi sikap DPR yang melayangkan nota protes kepada Presiden Joko Widodo atas status pencegahan Ketua DPR Setya Novanto selaku saksi dalam kasus korupsi e-KTP.

Yusril menyatakan permintaan pencegahan seorang saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberikan oleh undang-undang yang ikut dibuat oleh DPR dengan Presiden yang tercantum pada pasal 13 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan, pasal pencegahan seorang saksi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 memang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui amar putusan Nomor nomor 64/PUU-IX/2011. Dengan demikian, hanya orang yang berstatus tersangka saja yang baru bisa dicekal.

"Masalahnya, Undang-undang KPK yang membolehkan mencekal saksi, masih berlaku dan belum pernah diubah atau dibatalkan oleh MK," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (12/4/2017).

(Baca: DPR Protes soal Pencegahan Setya Novanto, Ini Komentar Jokowi)

"Jadi kalau Novanto keberatan dicekal oleh KPK sedangkan statusnya baru sebagai saksi, maka dia bisa mengajukan uji materi ke MK untuk membatalkan pasal dalam Undang-undang KPK yang membolehkan mencekal seseorang yang baru berstatus saksi," lanjut dia.

Selain itu, Yusril menuturkan, Novanto bisa menempuh langkah hukum lain yakni dengan menggugat KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menguji apakah keputusan cekal itu beralasan secara hukum atau tidak. Sebabnya, pencegahan itu diminta KPK dengan sebuah Surat Keputusan.

"Sebagai Ketua DPR sudah sepantasnya Novanto melakukan perlawanan secara sah dan konstitusional dengan menempuh jalur hukum, bukan DPR melakukan protes ke Presiden. Apalagi semua tahu bahwa KPK adalah lembaga independen yang bukan bawahan Presiden," papar Yusril.

(Baca: Dicegah ke Luar Negeri, Ini Tanggapan Setya Novanto)

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pencegahan Ketua DPR Setya Novanto ke Luar Negeri oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi melanggar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-IX/2011.

Putusan tersebut membatalkan Pasal 97 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang memperbolehkan penegak hukum meminta pencegahan kepada Ditjen Imigrasi untuk mencegah seseorang ke luar negeri meski masih dalam proses penyelidikan.

"Dalam Undang-undang imigrasi yang menyatakan dalam penyelidikan boleh dicekal kan dibatalkan MK. Saya kan saksi waktu itu digugat sama Yusril (Ihza Mahendra). Pada saat undang-undang imigrasi dibuat tak boleh ada diskresi yang tak masuk akal," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2017).

Fahri menambahkan, dengan adanya putusan MK tersebut selaku pertimbangan hukum yang kuat, DPR akan mengirim nota keberatan tersebut kepada Presiden Joko Widodo selaku atasan Menteri Hukum dan HAM yang membawahi Ditjem Imigrasi.

Nota keberatan tersebut saat ini masih dirampungkan oleh Sekretariat Jenderal (Setjen) dan Badan Keahlian (BK) DPR untuk dikaji lebih dalam.

Kompas TV Tanggapan Setnov Soal Dicegah ke Luar Negeri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com