JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan, hingga hari ini belum ada rencana untuk melakukan moratorium hukuman mati.
Menurut Prasetyo, masih banyak aspek yang harus diperhatikan dan diprioritaskan.
"Sampai saat ini tidak pernah kita menyatakan moratorium," kata Prasetyo di sela rapat dengan Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Dalam rapat bersama Komisi III, anggota Komisi III Arsul Sani sempat menanyakan perihal aturan baru dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam pembahasan revisi KUHP, diusulkan agar hukuman mati nantinya menjadi hukuman alternatif. Padahal, saat ini sudah lebih dari 100 orang terpidana mati yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Misalnya revisi KUHP sudah berlaku, sementara masih ada sisa terpidana mati, kita kembali pada prinsip hukum. Bahwa kepada terpidana atau pelaku tindak pidana itu dikenakan undang-undang yang paling ringan. Kita lihat lagi seperti apa," tutur Prasetyo.
(Baca: Tahun Lalu, Jumlah Eksekusi Hukuman Mati di Dunia Menurun)
Adapun revisi KUHP di DPR direncanakan akan diputuskan pada Mei 2017 mendatang. Nantinya, seorang narapidana yang divonis hukuman mati akan dipantau oleh tim independen di bawah Kementerian Hukum dan HAM.
Jika sang napi dinilai bertobat, maka hukuman mati bisa dibatalkan dan diganti dengan hukuman penjara dengan masa tertentu.
Tim independen akan dibentuk berdasarkan peraturan pemerintah. PP itu juga akan mengatur kriteria seorang terpidana mati yang dapat dialihkan hukumannya.
(Baca juga: Menkumham Yakin Aturan Baru soal Hukuman Mati Akan Bebas Penyelewengan)