JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI Setya Novanto dicegah ke luar negeri atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Apa tanggapan Novanto?
"Tentu apapun yang diputuskan saya sangat memberikan dukungan atas proses hukum yang berlaku di Indonesia," kata Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Ia mengaku siap jika KPK memerlukan keterangannya. Sekalipun dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) disebutkan bahwa pemanggilan anggota Dewan harus melalui izin Presiden.
"Saya siap kapan pun diundang atau dipanggil KPK karena ini proses hukum yang harus saya patuhi. Saya setiap saat selalu siap diundang," tutur Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Saya harapkan ini bisa secara tuntas bisa selesai dengan sebaik-baiknya. Dan saya akan dengan sabar untuk bisa melakukan apa yang saya ketahui, apa yang saya dengar dan apa yang saya lakukan," sambungnya.
(baca: Setya Novanto di Pusaran Kasus Korupsi...)
Setya Novanto dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan atas permintaan KPK.
"Sudah sejak kemarin malam Dirjen Imigrasi menerima Surat Permintaan Pencegahan untuk tidak bepergian keluar negeri atas nama bapak Setya Novanto dan langsung dimasukkan ke dalam Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian untuk berlaku selama enam bulan," kata Direktur Jenderal Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie ketika dikonfirmasi Antara, Selasa (11/4/2017).
(baca: Dakwaan Kasus Korupsi E-KTP, Setya Novanto Diberi Jatah Rp 574 Miliar)
Namun, Ronny tidak menjelaskan apakah permintaan pencegahan bepergian keluar negeri itu dilakukan berkaitan dengan status hukum Setya Novanto.
Saat ini, Novanto merupakan saksi dalam kasus korupsi e-KTP.
Dalam dakwaan bagi dua terdakwa kasus e-KTP, Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.
(baca: Novanto Tak Disebut Terima "Fee" Korupsi E-KTP, Ini Penjelasan KPK)
Untuk merealisasikan fee kepada anggota DPR, pengusaha Andi Agustinus membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.
Kesepakatannya, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek.
Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.
(baca: Novanto Dicegah ke Luar Negeri, Golkar Minta Publik Tak Menghakimi)
Selain itu, kepada Setya Novanto dan Andi sebesar 11 persen, atau senilai Rp 574.200.000.000. Selain itu, kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen.
Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.
Novanto dalam berbagai kesempatan membantah terlibat kasus tersebut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.