Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Anggap Sah Kepemimpinan Oesman Sapta di DPD, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 06/04/2017, 19:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai sah kepemimpinan Oesman Sapta Odang di Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Yusril mengatakan, terpilihnya Oesman Sapta sebagai ketua DPD, dan Nono Sampono serta Darmayanti Lubis selaku wakil ketua DPD tetap sah, meskipun berpegang pada Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017 yang telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA).

Sebab, menurut Yusril, sifat putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal uji materi berbeda.

Karena itu, tutur Yusril, kekisruhan masalah pimpinan DPD ini kalau dilihat dari sudut perundang-undangan sebenarnya disebabkah oleh mekanisme uji materiil yang dilakukan oleh MA.

Lunak

Jika MK memutuskan norma undang-undang, sebagian atau seluruhnya, bertentangan dengan UUD 1945, maka putusan itu berlaku seketika, yakni ketika palu sudah diketok oleh ketua MK dalam sidang yang terbuka untuk umum.

"Beda dengan MK yang bersifat tegas dalam menjalankan kewenangannya menguji undang-undang, MA menjalankan kewenangannya menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan cara yang lunak," kata Yusril Ihza Mahendra melalui keterangan tertulis, Kamis (6/4/2017).

Yusril melanjutkan, putusan MA yang membatalkan sebuah peraturan tidaklah berlaku serta-merta, melainkan diperintahkan kepada lembaga atau instansi yang membuat peraturan itu terlebih dahulu untuk mencabutnya.

Jika lembaga itu tidak mencabutnya dalam waktu 90 hari, maka barulah peraturan yang dibatalkan MA dalam uji materi tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat lagi.

Ketentuan ini diatur dalam beberapa peraturan MA, dan terakhir dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2012 yang sampai sekarang masih berlaku.

"Menurut hemat saya, peraturan uji materi MA yang dibuatnya sendiri menjadikan MA tidak sejajar dengan MK dalam melaksanakan kewenangan uji materi yang juga diberikan oleh UUD 1945, sehingga membuat dirinya sendiri menjadi kurang berwibawa dalam hal uji materi," tutur Yusril Ihza Mahendra.

"Saya sudah mengingatkan Ketua MA Hatta Ali, tak lama setelah beliau dilantik menjadi ketua, akan kelemahan Peraturan MA tentang uji materi itu dan meminta beliau untuk segera memperbaikinya. Namun, belum juga dilakukan," kata dia.

Yusril mengungkapkan, arsitek penyusunan peraturan MA tentang uji materil itu adalah mendiang Paulus Effendi Lotulung yang waktu itu menjadi Ketua Muda MA Bidang Tata Usaha Negara.

Ia memang seorang guru besar hukum administrasi negara dan berkarir sebagai hakim tata usaha negara (TUN). Karena itu, lanjut Yusril, tidak heran jika peraturan hak uji materi MA tampak bergaya hukum acara peradilan TUN.

"Padahal, hakikat kewenangan MA dalam menguji peraturan sangatlah berbeda dengan kewenangannya mengadili sengketa tata usaha negara," ucap Yusril.

"Kalau MA sudah menyatakan batal suatu peraturan perundang-undangan, maka putusan itu seharusnya berlaku serta-merta dan tidak memerlukan eksekusi dalam bentuk pencabutan oleh institusi yang membuatnya," ujar dia.

Yusril menambahkan, kelemahan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2012 itulah yang menjadi faktor utama yang menyebabkan kisruh di DPD.

Pimpinan DPD sebelumnya, GKR Hemas dan Prof Farouk Muhammad, mengira putusan MA tanggal 29 Maret 2017 yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD hanya 2,5 tahun berlaku serta merta.

Padahal peraturan itu masih tetap berlaku sebelum dicabut oleh pimpinan DPD atau belum lewat waktu 90 hari sejak putusan dibacakan oleh MA.

(Baca juga: Lantik Pimpinan DPD, MA Beralasan Tunduk pada Hukum)

Halaman:


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com