Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Sekedar Rugikan Keuangan Negara, Korupsi e-KTP Dinilai Cederai Demokrasi

Kompas.com - 02/04/2017, 16:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, kasus korupsi pengadaan e-KTP dampaknya tak hanya merugikan kerilugian negara.

Tindak pidana tersebut juga merenggut hak konstitusional masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi. Sebab, e-KTP menjadi salah satu syarat warga negara mendapatkan haknya dalam pemilu.

"Dampak korupsi e-KTP bukan hanya menyoal kerugian negara, atau soal marwah kita dalam mengelola negara yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Lebih dari itu, berdampak pada kejahatan hak elektoral warga negara," ujar Titi dalam diskusi di Jakarta, Minggu (2/4/2017).

Baca: 8 Hal Menarik yang Muncul dalam Sidang Keempat Kasus E-KTP

Setidaknya ada tiga aturan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan e-KTP sebagai syarat.

Pertama, untuk menjadi calon kepala daerah, salah satu dokumen yang harus dilampirkan yaitu fotokopi e-KTP. Tidak bisa dengan KTP biasa. Yang kedua, yakni sebagai syarat dukungan kepada calon perseorangan.

"Calon perseorangan harus kumpulkan sejumlah dukungan, itu harus berupa dukungan yang dibuktikan pakai fotokopi e-KTP," kata Titi.

Kemudian, e-KTP juga jadi syarat masuk ke dalam daftar pemilih. Jika warga negara tak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dia tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan datang ke tempat pemungutan suara dan menunjukkan e-KTP.

 

Baca: Jaksa KPK Telusuri Intervensi Setya Novanto dalam Proyek E-KTP

Jika belum memiliki e-KTP, orang tersebut harus meminta surat keterangan ke Dinas Dukcapil bahwa dirinya sudah melakukan perekaman e-KTP, namun belum mendapatkan fisik kartunya.

"Dalam Pilkada sebelumnya tidak ada penyebutan kalau tidak terdaftar harus memperlihatkan e-KTP. Hanya perlihatkan KTP biasa," kata Titi.

Titi menganggap syarat tersebut justru menyusahkan warga yang belum memiliki e-KTP. Di samping itu, ternyata masih banyak yang belum tahu bahwa mereka harus mengurus surat keterangan bahwa e-KTP mereka belum jadi. Akibatnya, banyak warga yang hak demokrasinya terbuang sia-sia.

"Dampaknya mungkin sepele, tapi dalam konsep pemilu, kejahatan luar biasa kalau ada satu saja hak suara tercederai karena administrasi kependudukan yang bermasalah yang berpengaruh pada hak pilih," kata Titi.

"Administrasi kependudukan tidak boleh menjadi penghambat pemenuhan hak konstitusional warga negara," lanjut dia.

Baca: Kasus E-KTP, Jaksa KPK Sebut Miryam S Haryani Bisa Jadi Tersangka

Kompas TV KPK Lanjut Dalami Kasus Megakorupsi E-KTP

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com