Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Hal Menarik yang Muncul dalam Sidang Keempat Kasus E-KTP

Kompas.com - 31/03/2017, 07:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP) telah memasuki sidang keempat, Kamis (30/3/2017).

Pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, ada sejumlah hal menarik yang menjadi sorotan.

Dalam sidang kali ini, jaksa penuntut umum KPK menghadirkan tujuh saksi.

Mereka terdiri dari tiga penyidik yakni Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan Santoso, kemudian dari mantan anggota DPR RI yaitu Miryam S Haryani, Ganjar Pranowo, Agun Gunanjar Sudarta, dan mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

Pada sesi pertama, tiga penyidik dikonfrontasi dengan Miryam.

Berikutnya, giliran Ganjar, Agun, dan Agus yang diperiksa secara bersamaan.

Berikut hal menarik yang jadi sorotan dalam sidang e-KTP kemarin:

1. Saling bantah penyidik dan Miryam

Penyidik KPK Novel Baswedan membeberkan mekanisme pemeriksaan hingga kesaksian Miryam saat diperiksa di KPK.

Menurut Novel, saat itu Miryam mengakui adanya pemberian uang kepada anggota DPR RI.

Hal ini berbanding terbalik dengan pengakuan Miryam dalam sidang.

Novel juga membantah adanya tekanan penyidik kepada Miryam untuk mengakui adanya pembagian uang itu.

"Saksi sejak awal mengakui. Kira-kira kepentingan saya melakukan itu (mengancam) apa?" kata Novel.

Namun, setelah mendengar penjelasan penyidik, Miryam tetap bersikukuh merasa terancam oleh penyidik.

(Baca: Dikonfrontasi dengan Penyidik KPK, Miryam Tetap Bantah Isi BAP)

Ia masih tak mengakui isi berita acara pemeriksaan soal pembagian uang, dan menyebut bahwa itu hanya karangan belaka.

Menurut Miryam, penyidik Novel Baswedan saat itu menyatakan bahwa Miryam sebenarnya akan ditangkap sejak 2010. Pernyataan itu membuat politisi Partai Hanura itu tertekan.

"Itu bikin down saya. Kebayang anak saya saja," kata Miryam.

2. Miryam diancam 6 Anggota DPR RI

Novel mengatakan, saat diperiksa KPK, Miryam mengaku diancam sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014.

Setidaknya ada lima anggota DPR Komisi III yang dikenali Miryam, yaitu anggota Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo, anggota Fraksi Paryai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu, serta anggota Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding.

Sementara, satu anggota DPR lainnya tak diingat oleh Miryam. Ancaman tersebut berisi tekanan agar Miryam tak mengakui adanya pembagian uang untuk sejumlah anggota DPR RI.

"Dia disuruh tidak akui fakta perbuatan penerimaan uang. Bahkan yang bersangkutan diancam akan dijeblosin kalau sampe diakui," kata Novel.

Baca:
- Desmond: Saya Ingin Dihadapkan dengan Miryam dan Novel
- Masinton Pasaribu: Saya Ketemu Miryam "Say Hello" Saja, Tidak Ada yang Lain
- Disebut Menekan Miryam, Bambang Soesatyo Merasa Sangat Dirugikan

3. Video pemeriksaan Miryam dipertontonkan

Jaksa penuntut umum KPK memutarkan video pemeriksaan Miryam di ruang sidang yang diambil pada 7 Desember 2016.

Dalam video itu, Miryam terlihat duduk berhadapan dengan penyidik KPK Irwan Santoso. Ia tampak lancar membeberkan keterangan di depan penyidik.

Sementara itu, Irwan sesekali menuliskan sesuatu di laptop. Irwan juga tampak memperlihatkan lembaran kertas di sisi kirinya untuk dikonfirmasi kepada Miryam.

Salah satu pernyataan Miryam yang bisa ditangkap yaitu soal pembagian uang. Namun, tidak jelas kepada siapa uamg ditujukan.

"50 juta untuk Golkar. Kedua, saya terima dua kali, 100 sama 200. Nilai nominal pertama dibagi rata sesuai, seingat saya, 12 juta. Yang kedua, 50 juta sama 25 juta. Udah, itu aja," ujar Miryam dalam video itu.

(Baca: Jaksa Putarkan Video Pemeriksaan Miryam S Haryani dalam Sidang E-KTP)

4. KPK kantongi bukti keterlibatan Miryam dalam kasus lain

KPK punya bukti keterlibatan Miryam dalam kasus korupsi selain kasus e-KTP.

Penyidik KPK Novel Baswedan menyebutkan itu saat dikonfrontasi dengan Miryam dalam sidang. 

Awalnya, Miryam tidak membenarkan isi berita acara pemeriksaan soal penerimaan dan pembagian uang.

Ia mengaku ditekan penyidik saat diperiksa sehingga mengarang isi keterangan. Menurut Miryam, sebelumnya, Novel mengatakan bahwa seharusnya ia telah ditangkap oleh KPK pada 2010. Hal itu yang membuat Miryam langsung "drop".

Novel membantah kalimatnya itu merupakan ancaman.

Menurut dia, saat itu Miryam ditunjukkan transkrip percakapan yang bersumber dari sadapan penyelidik KPK.

"Saya tunjukkan adanya transkrip, yang bersangkutan pernah terlibat dalam proses OTT (operasi tangkap tangan) 2010-2011. Pembicaraan penyadapan itu soal uang," kata Novel.

Namun, saat itu Miryam tidak ikut ditangkap. Bukti percakapan itu, nantinya akan digunakan dalam proses penyidikan selanjutnya.

"Penyidik berkeyakinan yang bersangkutan terbiasa melakukan itu, bicara soal uang dan terima uang terkait tugasnya sebagai anggota DPR," kata Novel.

5. Terdakwa sebut Miryam S Haryani 4 kali terima uang

Terdakwa dalam kasus e-KTP, Sugiharto, mengaku empat kali menyerahkan uang kepada Miryam. Total uangnya sebesar 1,2 juta dollar AS.

Menurut Sugiharto, pemberian pertama sebesar Rp 1 miliar. Kemudian pemberian kedua sebesar 500.000 dollar AS.

Kemudian, pemberian ketiga sebesar 100.000 dollar AS. Selanjutnya, pemberian keempat sebesar Rp 5 miliar. Mendengar pernyataan Sugiharto, Miryam masih saja mengelak.

"Tidak benar dan tidak pernah saya terima," kata Miryam S Haryani.

(Baca: Sidang E-KTP, Terdakwa Sebut Miryam S Haryani Empat Kali Terima Uang)

Halaman:


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com