JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, meminta DPR untuk menghentikan sosialisasi rencana revisi Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Busyro, dari sejumlah universitas yang dikunjungi DPR untuk menyosialisasikan UU KPK, tidak ada satupun yang menyatakan setuju terhadap revisi UU tersebut.
"Kalau DPR memaksakan sosialisasi itu hanya akan sia-sia karena kunjungan yang dilakukan pun tak ada yang mendukung. Kan sayang waktu dan uang yang ada," kata Busyro, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Busyro menilai, argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis terhadap revisi UU 30/2002 sangat lemah.
Dalam draf revisi, kata dia, yang terjadi justru memperlemah upaya pemberantasan korupsi.
(Baca: Revisi UU KPK, Kembalinya Senjata Favorit Para Elite)
Selain itu, menurut Busyro, sebelum merevisi UU 30/2002, diperlukan lebih dulu revisi sejumlah UU.
Revisi itu antara lain UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
"Setelah itu kritisi UU Kepolisian dan UU Kejaksaan untuk jadi integrated justice system dan yang terakhir UU Kehakiman," ujar Busyro.
Busyro juga menilai, wacana revisi UU 30/2002 yang kembali muncul seiring proses hukum kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), menambah ketidakpercayaan publik terhadap DPR.
Badan Keahlian DPR telah melakukan sosialisasi di Universitas Andalas, Universitas Nasional, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Sumatera Utara.
(Baca: Istana: Harusnya DPR Paham, Presiden Tak Lihat Urgensi Revisi UU KPK)
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengakui bahwa sosialisai UU 30/2002 dilakukan atas permintaan pimpinan DPR.
Hal itu untuk menindaklanjuti kesepakatan pemerintah dan DPR pada 2016 lalu bahwa perlu adanya sosialisasi untuk revisi UU KPK.