JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan, Pimpinan KPK seharusnya meninjau kembali surat peringatan (SP) yang diberikan kepada penyidik KPK, Novel Baswedan.
Novel sudah dua kali mendapatkan SP dalam kapasitasnya sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK.
Surat peringatan itu diduga terkait protes yang disampaikan Wadah Pegawai KPK kepada pimpinan KPK.
Protes itu diduga terkait rencana untuk mengangkat Ketua Satuan Tugas KPK dari luar KPK.
Busyro menilai, seharusnya kritik yang dilayangkan Wadah Pegawai tak menjadi alasan dikeluarkannya SP.
Apalagi, saat ini Novel sedang menangani pengungkapan kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Tentu saja ini perlu dikonkretkan untuk dicabut," kata Busyro, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Hal yang sama diungkapkan mantan Ketua KPK, Abraham Samad.
(Baca: Penyidik KPK Novel Baswedan Tak Ingin Tanggapi soal SP2)
Ia menilai, tak ada alasan kuat untuk memberikan SP kepada Novel.
"Kami sepakat, sebisa mungkin itu jadi perhatian serius dari pimpinan KPK agar SP2 itu dicabut," kata Samad.
Dia mengatakan, KPK merupakan lembaga yang egaliter. Oleh karena itu, diskusi dan dialog harus dikembangkan di internal KPK.
"Dialog yang tentunya berimbang, dialog dua arah. Bukan semacam instruksi. Ada komunikasi dan musyawarah," ujar Samad.
Dalam persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017), Novel enggan mengomentari hal tersebut.
Novel meminta penjelasan SP2 ditanyakan kepada pimpinan KPK.