JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan, saat ini terlihat tidak ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal ini terutama terlihat dalam masalah ekonomi. Kerap kali kebijakan pemerintah pusat yang bisa menyejahterakan masyarakat tak diterapkan secara merata oleh pemerintah daerah.
"Ekonomi berkeadilan harusnya tidak hanya wacana aja, tapi benar dilakukan di pemerintah pusat dan daerah," ujar Sahat dalam diskusi di Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Kebijakan pemerintah pusat yang dimaksud Sahat antara lain reforma agraria, pendaftaran lahan untuk masyarakat, dan pembuatan sertifikat gratis.
Sayangnya, kata Sahat, pemerintah daerah ada yang masih menutup akses itu. Bahkan, di daerah tertentu, pemerintah setempat mengeluarkan kebijak di luar kewenangannya.
"Di Padang Sidempuan, ada daerah yang digusur tanahnya padahal belum ada keputusan pengadilan," kata Sahat.
Sahat menyebut bahwa pemerintah cenderung mengambil investasi besar dari perusahaan besar. Contoh lainnya yaitu kilang gas di Blok Masela, Maluku.
Pemerintah, kata dia, hanya memberi ruang yang besar bagi investor di sana.
"Tapi tidak ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harusnya masyarakat sekitar mendapat perhatian lebih banyak," ujar Sahat.
Selain itu, soal pabrik semen di pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pihaknya menunggu kajian lingkungan hidup strategis soal pembangunan pabrik tersebut.
"Tapi pemerintah daerah melanjutkan kebijakan yang berbeda. Makanya rancu kebijakan pemerintah," kata Sahat.
"Harusnya lebih tegas pemerintah daerah bisa lakukan kebijakan yang mendukung pemerintah pusat. Kita dorong bagaimana rakyat yang diutamakan," lanjut dia.