Tahun lalu aksi Kang Emil bahkan diganjar penghargaan Social Award 2016 kategori Kepala daerah yang mendapatkan sentimen positif dari dua lembaga riset independen Media Wave dan Survey One yang melakukan survei di lima kota besar: Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Makassar.
Kang Emil memang pemimpin daerah yang sociable. Lewat sosial media, Kang Emil kerap mengunggah informasi program, laporan kerja, pengumuman, kegiatan pribadi bahkan tak jarang banyolan khas Kang Emil.
Popularitas Ridwan Kamil bisa ditilik dari akun Instagram-nya yang sampai 25 Maret 2017 sudah memiliki 5,8 juta followers, sementara akun Twitter-nya mencapai 2,12 juta sedangkan Facebook-nya sudah di-like oleh 2,8 juta orang.
Tak heran, lepasnya Ridwan Emil dari genggaman PKS dan Gerindra serupa folklore angsa emas yang disia-siakan pemiliknya. Tak baik-baik dirawat dan diperhatikan akhirnya hilang aset penting bagi PKS dan Gerindra.
Padahal semua tahu, kedua partai tersebut tentu memiliki target jangka panjang merebut Jawa Barat yang vital bagi Pemilu 2019. Sebagai contoh pada Pemilu 2014, jumlah pemilih yang mencoblos di Jabar mencapai sekitar 23,7 juta atau 71,3 persen dari total 33,3 juta suara yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di provinsi itu. Angka pemilih ini terbesar di Indonesia, yang artinya sangat penting dalam Pilpres.
Menariknya, lepasnya Ridwan Kamil dari dekapan PKS dan Gerindra membuat peta persaingan menuju Jabar 1 semakin seru. Setidaknya sampai saat ini sudah ada Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, petahana Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar dan tentu saja Netty Prasetiyani (istri Gubernur Jabar Ahmad Heryawan).
Dedi Mulyadi adalah satu-satunya calon gubernur dengan modal paling kuat. Sebagai Ketua DPP Golkar Jabar, Dedi telah memiliki modal 17 kursi. Cukup dengan menggandeng Ridwan Kamil yang didukung Nasdem yang memiliki lima kursi, pasangan Dedi-Ridwan sudah bisa maju Pilgub.
Calon gubernur berikutnya adalah Netty Prasetiyani, istri petahana Gubernur dalam perhitungan saya adalah sebuah enigma bagi PKS yang tak malu-malu menjual isu agama dan pemimpin perempuan, meskipun dalam politik lokal Jabar ada juga contoh calon perempuan yang didukung PKS dan menang yaitu Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana.
Sedangkan calon terakhir Deddy Mizwar hingga saat ini serupa perannya sebagai Naga Bonar: sosok yang tak diunggulkan berkat kinerjanya sebagai Wakil Gubernur yang tak semengkilap dibandingkan kegesitannya mencari tambahan rejeki sebagai bintang iklan.
Dengan modal keartisannya, Deddy serupa Dede Yusuf dalam Pilgub 2008, bisa menjadi salah satu figur yang bisa dipilih untuk berjuang mencari peruntungan bagi sejumlah partai di luar Golkar, PKS dan Nasdem yang masih percaya diri menghadapi Ridwan Kamil.
Di luar sejumlah figur yang mulai terlihat, tak bisa diabaikan adalah partai pemilik kursi terbesar di Jabar, PDI Perjuangan. Dengan modal 20 kursi, ironisnya PDI mengulang kisah di Pilkada Jakarta. Punya modal kuat namun minus calon kuat.
Namun, jika kita mau menengok ke belakang, satu orang yang berhasil membuat Kang Emil batal bertarung ke Pilkada DKI adalah Presiden Joko Widodo. Fakta bahwa tiket PDI Perjuangan ada di tangan Megawati Sukarnoputri, namun dalam kasus Pilkada DKI, akhirnya tiket itu berhasil didapat Ahok yang sempat bersitegang dengan kaum Banteng.
Dengan skema ideal tiket PDI akhirnya ada di tangan Ridwan Kamil pertarungan akan menarik ketika Partai Golkar sebagai mitra koalisi PDI memilih untuk bertarung sendirian. Sesuatu yang rasanya kurang taktis jika mengingat basis Golkar di Jawa Barat tak sebesar dan semerata PDI Perjuangan. Apalagi figur Dedi, dilihat dari sisi mana pun masih kalah populer dibanding Ridwan Kamil. Koalisi? Mestinya begitu jika ingin menang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.