JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 1998 - 2001, Umar Husin, mengungkapkan banyaknya protes bermunculan ketika Komisioner KPU berlatar belakang partai politik (parpol).
"Partai yang tak lolos ke DPR misalnya, sedikit-sedikit demonstrasi. Tiap hari ada demonstrasi. Mereka protes soal hasil," ujar Umar dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3/2017).
Selain itu, banyak sekali protes yang muncul sepanjang proses penyelenggaraan pemilu. Menurut dia, protes yang muncul juga banyak yang tidak sesuai karena di luar kewenangan KPU, seperti hendak membubarkan DPR.
Protes itu bahkan muncul hingga hasil pemilu sudah disahkan. Protes tersebut berasal dari parpol yang tidak lolos ke DPR.
Bahkan dalam penetapan hasil pemilu, tidak semua parpol menandatangani rapat pleno KPU. Akhirnya, hasil rapat pleno diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah pula yang mengesahkan hasil pleno.
"Tapi kelebihannya, saat itu partai saling mengawasi dan anggaran kami justru sisa, tidak habis," ujar Umar.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilu, Yandri Susanto, mengatakan, Pansus mewacanakan keanggotaan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari partai politik.
Hal itu mengacu pada keanggotaan KPU di Jerman yang terdiri dari delapan orang berlatar belakang partai politik, dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.
Menurut dia, penyelenggara pemilu yang berlatar belakang partai politik, justru meminimalisir kecurangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.