Miryam merasa tertekan dengan cara penyidik menginterogasinya. Penyidik itu, kata dia, sempat menyatakan bahwa mestinya tahun 2010 dirinya sudah ditangkap KPK. Jawaban yang dia beberkan dan tertuang di berita acara hanya untuk menyenangkan penyidik.
"Biar cepat saya keluar ruangan, terpaksa saya ngomong asal saja," kata Miryam.
Akhirnya, Miryam mencabut isi BAP yang berkaitan dengan pembagian uang.
Berdasarkan dakwaan, sekitar Mei 2011, setelah Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, Irman dimintai sejumlah uang oleh melalui Miryam sebesar 100.000 dollar AS untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke beberapa daerah.
Kemudian, pada 21 Juni 2011 konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp 5.841.896.144.993.
Setelah penandatanganan kontrak, pada Agustus-September 2011, Irman memerintahkan bawahannya, Sugiharto menyediakan uang Rp 1 miliar untum diberikan kepada Miryam.
Di waktu berikutnya, sekitar Agustus 2012, Miryam meminta uang ke Irman sejumlah Rp 5 miliar untuk kepentingan operasional Komisi II DPR RI. Setelah uang sudah di tangan, Miryam membagikannya kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI secara bertahap. Miryam sendiri mendapatkan 23.000 dollar AS dari beberapa penerimaan uang itu.
(Baca juga: KPK Bantah Intimidasi Miryam Saat Diperiksa Penyidik dalam Kasus E-KTP )
Saksi diminta tak berbohong
KPK mengingatkan para saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP menyampaikan kesaksiannya dengan jujur. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengimbau agar mereka dapat bersikap kooperatif.
"Saksi punya kewajiban untuk bicara dengan benar dan ada risiko bagi saksi yang tidak bicara benar," kata Febri.
Febri memberi contoh salah satu saksi suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Muchtar Effendi, yang dijerat KPK. Muchtar memberikan keterangan palsu saat persidangan Akil terkait suap pengurusan sengketa Pilkada.
Akibat kesaksian palsunya, Muchtar divonis penjara lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara.
Febri mengatakan, dalam menghadapi proses hukum, sikap kooperatif lebih bermanfaat ketimbang menyampaikan bantahan. Salah satunya dengan menyerahkan uang dugaan korupsi dan memberikan keterangan yang relevan kepada KPK.
"Tidak ada gunanya melakukan bantahan-bantahan karena akan lebih baik untuk proses hukum kalau itu (uang dugaan korupsi) dikembalikan dan disampaikan langsung kepada KPK," kata Febri.
Sejauh ini ada 14 orang yang menyerahkan sejumlah uang terkait kasus e-KTP ke KPK. Total uang yang sudah dikembalikan sebesar Rp 30 miliar.
Mereka terdiri dari anggota legislatif dan pihak eksekutif. Selain itu, KPK juga telah menyita Rp 220 miliar dari pihak korporasi, yakni lima perusahaan dan satu konsorsium.
Meski begitu, Febri menegaskan bahwa pengembalian uang tidak akan menghapus tidak pidana yang dilakukan.
Baca juga: KPK Tak Ragu Proses Hukum Nama-nama Besar di Kasus E-KTP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.