JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menduga, ada tarik ulur kepentingan dalam proses uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu.
Hal itu menyusul munculnya wacana pelibatan anggota partai politik dalam keanggotaan KPU.
“Jika benar (ada tarik ulur untuk mengegolkan wacana itu) maka Presiden Jokowi wajib menolaknya,” kata Titi dalam pesan singkat, Jumat (24/3/2017).
UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, kata dia, secara tegas telah mengatur mekanisme yang harus dipatuhi DPR dalam melakukan uji kepatutan dan kelayakan.
(Baca: Komisioner KPU dari Parpol Dinilai Langgar Konstitusi)
Paling lambat proses tersebut harus dilakukan 30 hari setelah presiden menyerahkan nama-nama calon komisioner.
Sementara, nama-nama itu telah diserahkan Presiden Joko Widodo sejak 17 Januari lalu.
Menurut Titi, DPR harus melakukan uji kompetensi tersebut, meski tidak setuju dengan nama-nama yang diserahkan Presiden.
Bila mekanisme itu tidak dilaksanakan, DPR berpotensi melanggar UU yang sebelumnya telah disusun bersama antara pemerintah dan DPR.
“Secara prosedural, UU Nomor 15 Tahun 2011 juga memberi ruang bagi DPR untuk mengembalikan nama-nama calon KPU/Bawaslu kepada Presiden jika dianggap tidak layak. Tapi, uji kelayakan dan kepatutannya dilakukan dulu,” ujar Titi.
Wacana keanggotaan KPU berlatar belakang parpol dilontarkan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy.
(Baca: Mendagri Yakin DPR Segera "Fit and Proper Test" Calon Komisioner KPU dan Bawaslu)
Ia mengatakan, Pansus mengusulkan dibentuknya dewan khusus di atas KPU terdiri atas keterwakilan partai politik. Wacana itu mencuat setelah Pansus kembali dari studi banding ke Jerman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.